KATA
PENGANTA
Puji
dan syukur kami ucapkan kepada tuhan yang maha esa yang telah memberikan
kesempatan waktu dan kesehatan untuk menyelesaikan tugas makalah ini dalam
rangka memenuhi persyaratan untuk mendapatkan Nilai hukum lingkunga.
Selanjutnya terimakasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada Ibu dosen
hukum lingkungan yang telah memberikan pengerahan dan bimbingan kepada kami
tetang Hukum lingkunga.
Kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah
ini, pembaca akan sangat banyak menemukan kekurangan baik dari refensi,
kerangka penulisan, metode mendekatan dalam menganalisa. Akan tetapi hal ini
merupakan upaya pembelajaran bagi kami dalam meningkatkat kwalitas belajar
selama menjalani proses diperguruan tinggi sebagai mahasiswa.
Selanjutnya
terimaksih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah terlibat dan
memberikan kontribusi dalam penulisan makalah ini. Kemudian juga kami ucapkan
terimakasih kepada teman-teman yang telah memberikan kritik dan saran sebagi
pembelajaran bagi kami dalam penyempurnaan tulisan makalah ini.
Demikian
kata pengatar kami buat, atas kekurangan
dan kejanggalan dalam penulisan makalah ini kami ucap mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga kami dapat memperbaiki
dan meningkat penulisan tugas-tugas
makalah selanjutnya.
Hormat Kami
DAFTAR ISI
Kata
Pengatar………………………………………………………………………………………………1
Daftar Isi……………………………………………………………………………………………………2
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………3
A.
latar belakang……………………………………………………………………………………………3
B.
Identifikasi masalah……………………………………………………………………………………..4
C.
Rumusan Masalah……………………………………………………………………………………….4
D.
Batasan masalah…………………………………………………………………………………………4
E.
Tujuan……………………………………………………………………………………………………4
BAB II Landasan Teoritis, Filosofis dan
Yuridis………………………………………………………5
F. Beberapa
Pengertian……………………………………………………………………………………..5
G.
RUANG LINGKUP HUKUM LINGKUNGAN………………………………………………………...7
H. ASAS-ASAS HUKUM LINGKUNGAN………………………………………………………………..8
J. LANDASAN FILOSOFIS DAN YURIDIS
HUKUM LINGKUNGAN…………………………………9
K.
KEDUDUKAN HUKUM LINGKUNGAN DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA………………11
BAB III JENIS PENCEMARAN LINGKUNGAN DAN
SANKSI HUKUM…………………..12
L. JENIS-JENIS PENCEMARAN
LINGKUGAN HIDUP…………………………………………………12
M.
PENGATURAN SANKSI PIDANA DAN ADMINISTRASI DIDALAM HUKUM LINGKUNGAN..13
BAB IV
PENUTUP…………………………………………………………………………………………22
N.
KESIMPULAN…………………………………………………………………………………………...22
O.
PENUTUP………………………………………………………………………………………………..22
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………………………….23
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bila
kita berbicara lingkungan sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia,
karena Lingkungan merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib kita jaga
bersama demi kelangsungan hidup masyarakat berbangsa, bertanah air dan
bernegara yang sehat dan sejahtera. Lingkungan merupakan keseluruhan Ekosistem
dari kumpulan beberapa sub sistem makhluk hidup yang saling berkaitan dan
bergantung satu sama yang lain. Yang apabila salah satu subsistem makhluk hidup
rusak maka akan mempengaruhi subsistem yang lain. Disinilah letak fungsi dan
tanggung jawab kita sebagai bagian dari subsistem manusia yang memiliki akal
budi, terhadap kelangsungan subsistem makluk hidup yang lain. Karena subsistem
manusia yang memiliki kecerdasan akal budi diharapkan dapat menjaga dan
memelihara seluruh ekosistem mahluk Hidup. dimana apabila salah satu subsistem
mahluk Hidup rusak dapat mengancam keseimbangan, kelangsungan dan kehidupan
subsistem manusia.
Menurut
Hadipurnomo Kompas 13 Oktober 1978 dalam
tulisannya yang berjudul “peranan manusia
dan vegetasi dalam kelestarian alam” mengatakan “Manusia dalam Sejarah hidup dan kehidupannya bertempat tinggal disuatu
daerah bersama makhluk hidup lain, saling pengaruh mempengaruhi secara dinamis
dalam batas keseimbangan yang disebut ekosistem. Untuk mencukupi keperluan
hidupnya, manusia mengambil dan menggunakan sumber alam yang ada disekitarnya.
Untuk mengambil dan menggunakan sumber alam tersebut, manusia melakukan
daya-upaya (aktivitas).[1]
Dari
penjelasan diatas memberikan gambaran kepada kita bahwa setiap orang atau
kumpulan manusia dalam masyarakat untuk kehidupan dan penghidupannya mengambil
dan menggunakan sumber alam yang ada disekitarnya. Hal ini tentu jika seseorang
atau masyarakat secara terus-menerus menggunakan daya-upaya untuk mengambil dan
menggunakan sumber alam disekitarnya akan mempengaruhi subsistem makhluk hidup
lain dan akan mempengaruhi keseimbangan keseluruhan ekosistem makluk hidup yang
dapat mengancam kelangsungan hidup dan penghidupan manusia itu sendiri.
Dalam
hal ini bukan berarti seseorang atau masyarakat harus menghentikan seluruh
daya-upaya untuk mengambil dan menggunakan sumber alam disekitarnya. Karena manusi
adalah makhluk pencipta Budhi dan Daya atau sering kita sebut dengan budaya.
Dan dalam penciptaan Budi dan daya itu manusia membutuhkan alat pendukung dari
alam disekitarnya, jika pengambilan dan penggunaan alam sekitar dihentikan maka
manusia akan terhenti dalam menciptakan budi dan daya. Untuk menghindarkan
terhentinya Budi dan daya manusia dalam hidup dan penghidupanlah yang mendorong
lahirnya dan berkembangnya Hukum Perlindungan Lingkungan pada jelang ABAD ke-20
yang menyertai tumbuh berkembangnya kesadaran baru manusia tentang lingkungan
Hidup. Dimana kemoderenan dan kemajuan suatu masyarakat dalam mengciptakan budi
dan daya pembangunan ditentukan dari keahlian menjaga keseimbangan ekosistem
Lingkungan hidup.
Kemudian dari tuntutan
pengembangan budi dan daya kesadaran manusia tersebutlah yang menjadi latar
belakang penulis menulis makalah yang berjudul “KESADARAN INDIVIDU DAN MASYARAKAT DALAM PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN DI
TINJAU DARI UU NO 32 TAHUN 2009”
B.
IDENTIDKASI MALSAH
Dalam penulisan makalah ini
penuli mengidentifikasi beberapa masalah
1. Ada pencemaran lingkungan yang
dilakukan secara individu atau kelompok masyarakat
2. Rendahnya kesadaran masyarakat
dalam berperan serta menegakan hukum lingkunga.
3. Tidak maksimalnya dalam
menerapkan sanksi dalam penegakan hukum lingkungan.
4. Tidak maksimalnya pejabat yang
berwenang dalam mengawasi izin lingkungan.
5. Tidak maksimalnya persyaratan
perizinan dilaksanakan.
6. Semakin meningkatnya kasus
pencemaran lingkungan ditengah masyarakat.
C.
RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini penulis hanya
terfokus pada permasalaha yang telah kami sumuskan dalam identifikasi yang
disebutkan dalam pont 2 dan 3 ini:
2. mengapa kesadaran masyarakat
rendah untuk terlibat dalam penegakan hukum lingkungan.?
3. Bagaimana memaksimal penerapan
sanksi dalam penegakan Hukum Lingkungan.?
D.
Batasan Masalah
Untuk menghidarkan terjadinya
pengembangan dan pelebaran dalam tulisan kami ini, yang dapat membiaskan
pembahasan, maka penulis perlu membuat batasan masalah. Dalam tulisan ini
penulis hanya berfokus pada pembahasan masalah-masalah yang telah kami rumuskan
diatas.
E.
Tujuan
a. tujuan praktis
tujuan makalah ini secara praktis
untuk penulis dapat memenuhi persyatan untuk mendapatkan Nilai Hukum Lingkungan
Pada smester IV fakultas Hukum Universitas pamulang.
b. tujuan empiris
secara empiris makalah ini
bertujuan memberikan gambaran-gambaran Masalah Lingkungan Hidup yang terjadi
ditengah masyarakat, baik yang disebabkan Rumah tangga maupun korporasi.
BAB
II
LANDASAN
TOERITIS, FILOSOFIS DAN YURIDIS
F.
Beberapa Pengertian.
a.
lingkungan Hidup
Lingkungan Hidup juga disebut
dengan Lingkungan dalam bahasa inggris disebut dengan “Environment” yang
meliputi keseluruhan lingkungan makhluk hidup dan keseluruhan unsur-unsur yang
mempengaruhinya. Mesti kita sering membaca pemisahan dalam Ekologi antara
lingkungan hidup manusia, lingkungan hidup hewan dan lingkungan hidup tumbuhan,
akan tetapi keseluruhannya itu disebut lingkungan hidup yang merupakan tanggung
jawab manusia yang berakal budhi untuk menjaga keseimbangan dalam kelangsungan
hidup dan penghidupan manusia bersama pertumbuhan pembangunan peradabannya.
St. Munajat Danusaputra : Lingkungan adalah semua benda dan kondisi termasuk di
dalamnya manusia dan aktivitasnya, yang terdapat dalam ruang di mana manusia
berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan
jasad hidup lainnya. (Darsono, 1995)[2]
Ahmad (1987:3) mengemukakan bahwa lingkungan hidup adalah sistem
kehidupan di mana terdapat campur tangan manusia terhadap tatanan ekosistem.
Emil Salim : Lingkungan hidup adalah
segala benda, kondisi, keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang
kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia.[3]
Dalm Pasal 1 aya (1) UU No. 32
Tahun 2009 menyebutkan pengaertian Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan,
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. [4]
dalam bukunya yang berjudul hukum
lingkungan St. munajad DanuSaputro membagi lingkungan Hidup Kepda dua bagian
yaitu :
1.
Lingkungan
Hidup
Alami.
Lingkungan
hidup alami merupakan lingkungan bentukan alam yang terdiri atas berbagai
sumber alam dan ekosistem dengan komponen-komponennya, baik fisik, biologis.
Lingkungan hidup alami bersifat dinamis karena memiliki tingkat heterogenitas
organisme yang sangat tinggi.
2.
Lingkungan
Hidup
Binaan/Buatan.
Lingkungan hidup binaan/buatan mencakup lingkungan buatan manusia yang dibangun
dengan bantuan atau masukan teknologi, baik teknologi sederhana maupun
teknologi modern. Lingkungan hidup binaan/buatan bersifat kurang beraneka ragam
karena keberadaannya selalu diselaraskan dengan kebutuhan manusia.
3.
Lingkungan
Hidup Sosial.
Lingkungan hidup sosial terbentuk karena adanya interaksi sosial dalam
masyarakat. Lingkungan hidup sosial ini dapat membentuk lingkungan hidup binaan
tertentu yang bercirikan perilaku manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan
antara individu dan masyarakat sangat erat dan saling mempengaruhi serta saling
bergantung.
b.
Hukum Lingkungan
bila kita memperhatiakan beberapa
defenisi para ahali hukum maka kita akan menemukan perbedaan defnisi lingkungan
hidup dan hukum lingkungan. Coba kita perhatikana tinjauan Prof. Mr. L. J. Van
Alpeldorn tentang hukum dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum sebgai berikut “perdamaian di anata manusia dipertahankan
oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan manusia yang tertentu,
kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda dan sebagainya terhadap yang
merugikannya. Kepentingan dari perseorangan dan kepentingan golongan-golongan
manusia selalu bertentangan satu dengan yanga lain. Pertentangan ini selalu
akan menimbulkan pertikaian, bahakan peperangan antara semua orang melawan
semua orang, jika hukum tidak bertindak sebagai perantara untuk memepertahankan
perdamaian. Dan hukum mempertahankan perdamaian dengan menimbanga kepentingan
yang bertentangan secara teliti dan mengadakan keseimbangan dianataranya,
karena hukum hanya dapat mencapai tujuana (mengatur pergaulan hidup secra
damai) jika dia menuju peradilan yang adil, artinya peraturan pada mana
terdapat keseimbangan antara kepentingan yang dilindungi, pada mana setiap
orang memproleh sebanyak mungkin yang menjadi bagiannya[5].
Dari tinjauan diatas coba kita
tarik dengan pandangan masyarakat tentang penaklukan terhadap alam disekitarnya
untuk bertahan hidup. Pesatnya perkembangan mordnisasi pembangunan diseluruh
belahan dunia tentu kompetis manusia dengan alam semakin ketat yang
mengakibatkan beberapa subsistem hewan atau tumbuhan rusak akibat kepentingan
peradapan manusia disinilah kita bisa melihat fungsi hukum lingkungan sebagai
perantara pertarungan kepentingan subsistem manusia dengan subsistem hewan dan
tumbungan. Hukum lingkunganlah yang diharapkan sebagi penyeimbang kepentingan
dalam suatu ekosistem makhluk hidup.
Maka dapatlah kita
defenisikan bahwa Hukum Lingkungan adalah Serangkaian norma yang mengatur
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk
manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Emil Salim mengatkan Hukum
Lingkungan adalah Kerangka aturan hukum yang mengatur eksistensi hubungan
fungsional antara manusia dan lingkungannya[6].
Dalam pengertian yang sedehana
Hukum lingkungan adalah hukum yang mengatur Tatanan Lingkungan (lingkungan Hidup),
atau boleh kita katakan Hukum yang mengatur hubungan Daya Subsistem manusia
dengan Subsistem makhluk hidup yang lain dalam satu ekosistem makhluk hidup
yang selanjutnya disebut dengan Hukum lingkungan hidup.
c.
Kesadaran Individu dan masyarakat.
Seperti sudah kita bahas diatas
kesadaran lingkungan individu dalam hidup dan penghidupan sebagai menciptakan
budi dan daya sangatlah penting. Hal ini bisa kita lihat dalam ketetuan tentang
hak warga negara terhadap lingkungan hidup yang diatur dalam pasal 65 ayat 1,
2, 3, 4 dan 5 UU. No. 32 tahun 2009[7]
yang berbunyi :
1.
Setiap
orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak
asasi manusia.
2.
Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan
lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam
memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
3.
Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau
keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat
menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.
4.
Setiap orang berhak untuk berperan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
5.
Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat
dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Kemudian undang-undang juga mengatur tentang
kewajiban warga negara terhadap lingkungan hidup pada pasal 68 point a, b dan c
UU. No. 32 tahun 2009[8]
yang berbunyi :
a. memberikan informasi yang terkait
dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat,
terbuka, dan tepat waktu;
b. b. menjaga keberlanjutan fungsi
lingkungan hidup; dan
c. c. menaati ketentuan tentang baku
mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Dengan adanya hak dan kewajiban warga negara yang
diatur dalam undang-undang tentu membutuhkan kesadaran individu dan masyarakat
untuk menggunakan hak dan kewajiban masing-masing terhap lingkungan hidup.
Kemudian dalam pasal 70 ayat (1) UU NO. 32 TAHUN 2009 menyebutkan Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang
sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
G.
RUANG LINGKUP HUKUM LINGKUNGAN
Ruang lingkup Hukum lingkungan
sangatlah luas, hal ini disebabkan Hukum lingkungan mengikuti perkembangan
pembangunan nasional didalam pasal 4 UU No. 32 tahun 2009 menyebutkan ruang
lingkup hukum lingkungan antara lain :
a.
Perencanaan
perencanaan yang dimaksud dalam
hal ini adalah Hukum lingkungan merencanakan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan Hidup. Yang disesuaikan dengan perencanaan pembangunan nasional,
sehingga tidak menimbulkan kerusakankan terhadap ekosistem dan atau Lingkungan
hidup masyarakat. Yang meliputi inventarisir, pemetaan dan Penysunan Renca
Pengelolaan serta Pemanfaatan Lingkungan Hidup.
b.
Pemanfaatan
yang
dimaksud pemanfaatan disini adalah Hukum lingkungan mengatur pemanfaatan sumber
daya alam sesuai dengan Rancangan Perlindungan dan Pemanfaatan lingkungan Hidup
yang telah ditentukan pemerintah. Dengan memperhatihan keberlanjutan,
produktifitas dan keselamatan lingkungan Hidup.
c.
Pengendalian
pengendalian
dimaksud adalah Hukum Lingkungan mengatur pengendalian pencemaran dan atau
kesusakan lingkungan Hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi
lingkungan Hidup yang meliputi :
Ø Pencegahan
Ø Penanggulangan
Ø Pemulihan
d.
Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dimaksud adalah
Hukum lingkungan pengatur Pemeliharaan
lingkungan hidup yang dilakukan melalui upaya:
Ø Konservasi sumber daya alam,
Ø Pencadangan sumber daya alam,
Ø Pelestarian fungsi atmosfer.
e. Pengawasan
dalam hal pengawasan
yang maksud disini dalah Hukum lingkuangan mengatur dan memberikan kewenangan
kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan atau
kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
f.
Penegakan hukum
Dalam rangka
penegakan Hukum Lingkungan dalam hal ini undang-undang Lingkungan hidup
mengatur sanksi, administrasi, perdata dan pidana serta proses pembuktian, penyidikan,
dan pemeriksaan.
H.
ASAS-ASAS HUKUM LINGKUNGAN
Ada pun beberapa asas penegakan
Hukum lingkungan yang disebut dalam undanga-undang sebagai berikut :
1)
Asas Tanggung Jawab Negara
a.
Negara
menjamin Pemanfaatan sumber Daya alam akan memeberikan manfaat yang
sebesar-besarnyabagi kesejahtraan dan mutu hidup rakyat baik generasi masa kini
maupun masa mendatang.
b.
Negara
menjamin hak warga negara atas lingkungan Hidup yang baik dan sehat.
c.
Negara
mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang menimbulkan
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
2)
Asas Kelestarian dan
keberlanjutan,
Bahwa setiap orang memikul Kewajiban dan
tanggung jawab terhadap Generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu
generasi dengan melakukan upaya pelesatarian daya dukung Ekosistem dan Kwalitas
lingkungan Hidup.
3)
Asas Keserasian dan keseimbangan,
Bahwa dalam pemanfaatan
Lingkungan hidup harus memeperhatikan bebagai Aspek seperti kepentingan
Ekonomi, Sosial, Budaya dan perlindungan serta pelestarian Ekosistem.
4)
Asas keterpaduan
yang dimaksud dengan asas keterpaduan adalah
dalam perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup dilakukan dengan memadukan
berbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen terkait.
5)
Asas Manfaat
yang dimaksud dengan Asas manfaat
adalah segala usaha dan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan
dengan potensi sumber daya alam dn lingkungan hidup untuk meningkatkan
kesejahtraan rakyat dan harkat martabat manusia selaras dengan lingkungan.
6)
Asas Kehati-hatian
bahwa ketidak pastian mengenai dampak suatu
usaha dan kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah meminimalisasi
atau menghindari ancaman terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup
7)
Asas Keadilan,
Yang dimaksud dengan “asas
keadilan” adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus
mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, baik lintas
daerah, lintas generasi, maupun lintas gender.
8)
Asas Ekoregion
Bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup harus memperhatikan karakteristik sumber daya alam, ekosistem, kondisi
geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan lokal.
9)
Asas Keaneka ragaman Hayati
bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk mempertahankan keberadaan,
keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri atas sumber
daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang bersama dengan unsur
nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.
10) Asas
Pencemaran membayar
bahwa setiap penanggung jawab yang usaha dan
kegiatannya menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup wajib
menanggung biaya pemulihan lingkungan.
11) Asas
Partisipasi
bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk
berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.
12) Asas
Kearifan Lokal
bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata
kehidupan masyarakat.
13) Asas
Tata Kelola Pemerintahan yang baik,
bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efisiensi,
dan keadilan
14) Asas
Otonomi Daerah
bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman
daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia[9]
I.
SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM LINGKUNGAN
Dalam sejarah peradaban manusiaselalu
bergantung pada lingkungan atau alam sekitar. Sumber daya alam atau lingkungan
hidup juga sering menjadi pemicu
terjadinya konflik anatar kelompok dan bahkan antar negara, karna kemampuan menaklukkan
sumber daya alam yang ada dalam catatan sejarah mencatat yang mendorong
lahirnya hukum lingkungan antara lain :
v Abad ke 17 dan 18,
belahan bumi timur menjadi sasaran ekspansi karena keunggulan SDA & SDM
v Pasca Perang Dunia ke II, negara pemenang PD II berupaya ekspansi
ekonomi
v Timbulnya era Indutrialisasi dengan menempatkan Lingkungan = Objek
Eksploitasi
v Pencemaran ekosistem = penyakit ( Silent Spring )
v Minamata Bay Case
v Chernobyl Case
v Tercatat (dibakukan
dalam bentuk tertulis) antara lain: awig-awig di bali
v Undang-undang Sibur Cahaya (Lahat):pelestarian lingkungan
v Ketentuan Hukum Adat Maluku Tenggara Sasi
v Rempong Damar (Krui Lampung): menanamn bekas ladang yang ditanam
dammar
v Subak (bali) satu teknologi tradisional
v
pemakaian air secara efisien dalam pertanian
v
Trial Smelter CaseASEAN agreement on The
Conservation of Nature and Natural Resources
(ASEAN ACNN) pada tahun 1985
v
,
ASEAN Cooperation Plan on Transboundary Pollution Pada
Tahun 1995,
v
Regional Haze Action Plan pada
tahun 1997,
v
ASEAN
Agreement on Transboundary Haze Pollution pada tahun 2002
J.
LANDASAN FILOSOFIS DAN YURIDIS HUKUM LINGKUNGAN.
a. Landasan
Filosofis
Dalam penyusunan dan pemberlakuan
Hukum Lingkungan memiliki beberapa landasan filosofis[10]
antara lain :
1.
Manusia memerlukan adanya suatu norma untuk menjamin hak dan
kepastian kehidupan
2.
Norma Kepatutan,
Norma Agama dan Norma Hukum
3.
Manusia
merupakan penentu kehidupan jagat raya
4.
Manusia saling mencemari satu sama lain
5.
Lingkungan Hidup merupakan penentu eksistensi manusia
6.
Perlu adanya suatu kepastian dalam menjalani kehidupan
7.
Lingkungan
tidak hanya sebagai anugerah tapi juga merupakan aset yang harus dijaga
kelestariannya
8.
Homo Ethic dan Eco Ethic
9.
Perlu adanya norma di bidang lingkungan (Social
Enggineering)
b. Landasan Yuridis
Ada
pun yang menjadi landasan yuridis berlakunya hukum lingkungan Indonesia[11]
antara lain :
1. Pasal
28 huruf H Undang-Undang Dasar 1945 tetang LINGKUNGAN HIDUP yang sehat
merupakan hak asasi manusia.
2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215)
3. Undang-undang
Nomor 23 tahun 1997 sebagaimana telah diperbaharui dengan Undang-Undang No. 32
tahun 2009 tentang Pengelolaan lingkungan hidup.
K. KEDUDUKAN HUKUM LINGKUNGAN DALAM SISTEM HUKUM
INDONESIA
Kemudian
Kedudukan Hukum lingkungan dalam sistem hukum Indonesia sangat strategis
sebagai tercantum dalam bagain dibawaha ini :

BAB
III
JENIS
PENCEMARAN LINGKUNGAN DAN SANKSI HUKUM
L.
JENIS-JENIS PENCEMARAN LINGKUGAN HIDUP
1.Pencemaran Udara
Pencemaran udara disebabkan oleh asap buangan
seperti CO2, SO, SO2, CFC, CO, dan asap rokok. Gas CO2 yang berasal dari
pabrik, mesin-mesin yang menggunakan bahan bakar fosil dan akibat pembakaran
kayu. Kadar gas CO2 yang semakin meningkat di udara tidak dapat segera di ubah
menjadi oksigen olehtumbuhan karena banyak hutan dunia yang di tebang setiap
tahunnya. Ini merupakan masalah global. Bumi seperti di selimuti oleh gas dan
debu pencemar. Kandungan gas CO2 yang tinggi menyebabkan cahaya matahari yang
masuk ke bumi tidak dapat di pantulkan lagi ke angkasa, sehingga suhu bumi
semakin memanas. Inilah yang disebut efek rumah kaca (Green House). Jika
hal ini terus berlangsung, maka es dikutub akan mencair dan daerah dataran
rendah akan terendam air. Gas CO dapat membahayakan orang yang mengisapnya.
Jika proses pembakaran tidak sempurna, maka akan menghasilkan karbon monoksida
(CO). Gas CO jika terhirup akan mengganggu pernapasan. Gas ini sangat reaktif
sehingga mengganggu pengingatan oksigen oleh hemoglobin dalam darah. Jika
berlangsung terus menerus, dapat mengakibatkan kematian. Gas CFC digunakan
sebagai gas pengembang, karena tidak bereaksi, tidak berbau, tidak berasa dan
tidak berbahaya. Banyak di gunakan untuk mengembangkan busa kursi, untuk AC,
pendingin lemari es dan penyemprot rambut. Tetapi, ternyata ada juga keburukan
dari gas ini. Gas CFC yang naik ke atas dapat mencapai stratosfer.[12]
Di stratosfer terdapat lapisan gas ozon (O3), yang
merupakan pelindung bumi dari pengaruh radiasi ultra violet. Radiasi ultra
violet dapat mengakibatkan kematian organisme, tumbuhan menjadi kerdil,
menimbulkan mutasi genetik, menyebabkan kanker kulit dan kanker mata. Jika gas
CFC mencapai lapisan ozon, akan terjadi reaksi antara CFC dan ozon, sehingga
lapisan ozon tersebut berlubang yang disebut lubang ozon.
Gas SO dan SO2 juga dihasilkan dari hasil pembakaran
fosil. Gas ini dapat bereaksi dengan gas NO2 dan air hujan dan menyebabkan
terjadinya hujan asam. Hujan ini mengakibatkan tumbuhan dan hewan-hewan tanah
mati, produksi pertanian merosot, besi dan logam mudah berkarat, serta
bangunan-bangunan jadi cepat.
2. Pencemaran Air
Pencemaran air terjadi pada sumber-sumber air
seperti danau, sungai, laut dan air tanah yang disebabkan olek aktivitas
manusia. Air dikatakan tercemar jika tidak dapat digunakan sesuai dengan
fungsinya. Walaupun fenomena alam, seperti gunung meletus, pertumbuhan
ganggang, gulma yang sangat cepat, badai dan gempa bumi merupakan penyebab utama
perubahan kualitas air, namun fenomena tersebut tidak dapat disalahkan sebagai
penyebab pencemaran air. Pencemaran ini dapat disebabkan oleh limbah industri,
perumahan, pertanian, rumah tangga, industri, dan penangkapan ikan dengan
menggunakan racun. Polutan industri antara lain polutan organik (limbah cair),
polutan anorganik (padatan, logam berat), sisa bahan bakar, tumpahan minyak tanah
dan oli merupakan sumber utama pencemaran air, terutama air tanah.
Disamping itu penggundulan hutan, baik untuk pembukaan
lahan pertanian, perumahan dan konstruksi bangunan lainnya mengakibatkan
pencemaran air tanah. Limbah rumah tangga seperti sampah organik (sisa-sisa
makanan), sampah anorganik (plastik, gelas, kaleng) serta bahan kimia
(detergen, batu baterei) juga berperan besar dalam pencemaran air, baik air di
permukaan maupun air tanah. Polutan dalam air mencakup unsur-unsur kimia,
pathogen/bakteri dan perubahan sifat Fisika dan kimia dari air. Banyak
unsur-unsur kimia merupakan racun yang mencemari air. Patogen/bakteri mengakibatkan
pencemaran air sehingga menimbulkan penyakit pada manusia dan binatang. Adapuan
sifat fisika dan kimia air meliputi derajat keasaman, konduktivitas listrik,
suhu dan pertilisasi permukaan air. Di negara-negara berkembang, seperti Indonesia,
pencemaran air (air permukaan dan air tanah) merupakan penyebab utama gangguan
kesehatan manusia/penyakit.[13]
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa di seluruh dunia, lebih dari 14.000 orang meninggal
dunia setiap hari akibat penyakit yang ditimbulkan oleh pencemaran air. Secara
umum, sumber-sumber pencemaran air adalah sebagai berikut :
a)
Limbah
industri (bahan kimia baik cair ataupun padatan, sisa-sisa bahan bakar, tumpahan
minyak dan oli, kebocoran pipa-pipa minyak tanah yang ditimbun dalam tanah)
b)
Pengungangan lahan hijau/hutan akibat
perumahan, bangunan
c)
Limbah
pertanian (pembakaran lahan, pestisida)
d)
Limbah
pengolahan kayu
e)
Penggunakan
bom oleh nelayan dalam mencari ikan di laut
f)
Rumah
tangga (limbah cair, seperti sisa mandi, MCK, sampah padatan seperti plastik,
gelas, kaleng, batu batere, sampah cair seperti detergen dan sampah organik,
seperti sisa-sisa makanan dan sayuran).
3.Pencemaran Tanah
Pencemaran ini banyak diakibatkan
oleh sampah, baik yang organik maupun nonorganik. Sampah organik dapat di uraikan
oleh mikroba tanah menjadi lapisan atas tanah yang di sebut tanah humus. Akan
tetapi, sampah anorganik/nonorganik tidak bisa diuraikan. Bahan pencemar itu
tetap utuh hingga 300 tahun yang akan datang. Zat-zat limbah yang meresap ke
tanah juga tidak dapat hilang dalam jangka waktu yang lama. Zat-zat limbah yang
masuk ke tanah di serap oleh tanaman dan tetap menetap di dalam tubuh tumbuhan
itu, karena tumbuhan tidak dapat menguraikannya. Limbah industri yang mengotori
tanah biasanya adalah pupuk yang berlebihan dan penggunaan herbisida serta
pestisida. Zat pencemar yang menetap pada tumbuhan itu, terus berpindah melalui
jalur rantai makanan dan jaring-jaring makanan. Sehingga perpindahan itu
menyebabkan adanya zat pencemar dalam setiap tubuh organism yang melangsungkan
proses rantai makanan. Hal ini akan menimbulkan menurunnya kualitas organisme,
berupa kurangnya ketahanan terhadap gangguan dari luar.[14]
Selain pencemaran, kerusakan
lingkungan juga disebabkan oleh pengambilan sumber daya alam dan pemanfaatannya,
serta pola pertanian. Kerusakan itu antara lain terjadinya erosi dan banjir.
Kerusakan lingkungan yang menimbulkan banyak bencana menimbulkan gagasan untuk
mengurangi dan mencegah terjadinya kerusakan itu. Manusia berusaha melakukan
penanggulangan kerusakan lingkungan dan mengadakan perbaikan terhadap kerusakan
itu. Pencegahan kerusakan lingkungan dan pengusahaan kelestarian dilakukan baik
oleh pemerintah maupun setiap individu
M.
PENGATURAN SANKSI PIDANA DAN ADMINISTRASI DIDALAM HUKUM LINGKUNGAN.
Pengaturan pidana dalam undang-undang sektoral di
bidang lingkungan hidup dan sumber daya alam menganut asas-asas dan konsep
pemidanaan tertentu yang juga terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Tetapi ada beberapa karakter dalam undang-undang sektoral tersebut yang agak
berbeda dari kitab undang-undang hukum pidana.
1. Ketentuan Sanksi Pidana dalam UU PPLH
Undang-undang ini hanya mengenal penggolongan tindak
pidana kejahatan. Jenis-jenis tindak pidana di dalam undang-undang
pengelolaan lingkungan hidup dapat dilihat di
Tabel 2.
Pasal
|
Tindak
Pidana Kejahatan
|
Pasal 41 (1)
|
Melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran
dan/atau perusakan
lingkungan hidup
|
Pasal 41 (2)
|
Melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran
dan/atau perusakan
lingkungan hidup
yang mengakibatkan orang mati atau terluka berat
|
Pasal 43(1)
|
Melepaskan atau membuang zat, energi, dan/atau
komponen lain yang berbahaya
atau beracun masuk di atas atau ke dalam tanah, ke
dalam udara atau ke dalam air
permukaan, melakukan impor, ekspor,
memperdagangkan, mengangkut, menyimpan
bahan tersebut, menjalankan instalasi yang
berbahaya, padahal mengetahui atau
sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan
tersebut dapat menimbulkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
atau membahayakan kesehatan
umum atau nyawa
orang lain
|
Pasal 43 (2)
|
Memberikan informasi palsu pada menghilangkan atau
menyembunyikan atau merusak informasi yang diperlukan dalam kaitannya dengan
perbuatan yang dapatmenimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain
|
Pasal 43 (3)
|
Memberikan informasi palsu pada menghilangkan atau
menyembunyikan atau
merusak informasi yang diperlukan dalam kaitannya
dengan perbuatan yang dapat
menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup atau
membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain,
yang mengakibatkan orang
mati atau terluka
berat
|
a. Beberapa Persoalan dalam Teks
Rumusan yang
multi-tafsir Beberapa contoh rumusan multi-tafsir adalah sebagai berikut:
1. Pasal 41 ayat (1), berbunyi: Barangsiapa
yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah). Pasal tersebut mengatur larangan untuk melakukan
perbuatan yang dapat mengakibatkan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
Meskipun bunyi teks ini adalah pola perumusan tindak pidana materil, namun
cakupan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup
tidak jelas. Di sisi lain, walaupun dalam ketentuan umum telah disebutkan
mengenai apa itu pencemaran dan perusakan lingkungan hidup tetapi rumusan
tersebut belum cukup tegas dan jelas. Hal ini karena perusakan dan pencemaran
lingkungan hidup itu sering kali tidak serta merta terjadi atau sering kali
karena akibat dari perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang (akumulatif).
2. Pasal 43 ayat (1) berbunyi: Barangsiapa yang dengan
melanggar ketentuan perundangundangan yang berlaku, sengaja melepaskan atau
membuang zat, energi, dan/atau komponen lain yang berbahaya atau beracun masuk
di atas atau ke dalam tanah, ke dalam udara atau ke dalam air permukaan,
melakukan impor, ekspor, memperdagangkan, mengangkut, menyimpan bahan tersebut,
menjalankan instalasi yang berbahaya, padahal mengetahui atau sangat beralasan
untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran
b. Teori-Teori yang Mendukung
1. Tindak Pidana
Formil dan Materil
Pasal-pasal yang memuat ketentuan tindak pidana
materil dalam undang-undang ini adalah Pasal 41 dan Pasal 42. Sedangkan untuk
tindak pidana formil, dapat dijumpai di rumusan Pasal 43 dan 44. Lihat di Tabel
3 berikut mengenai perumusan pasal menurut dua kategori di atas.
Tabel 3:
Pasal
|
Tindak
Pidana Materil
|
Pasal 41
|
(1) Barangsiapa yang secara melawan hukum dengan
sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dandenda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana
diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp.750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
|
Pasal 42
|
(1) Barangsiapa yang karena kealpaannya melakukan
perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup,
diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana
diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
|
Pasal
|
Tindak
Pidana Formil
|
Pasal 43
|
1) Barangsiapa yang dengan melanggar ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, sengaja melepaskan atau membuang zat,
energi, dan/atau komponen lain yang berbahaya atau beracun masuk di atas atau
ke dalam tanah, ke dalam udara atau ke dalam air permukaan, melakukan impor,
ekspor,
memperdagangkan, mengangkut, menyimpan bahan
tersebut, menjalankan instalasi yang berbahaya, padahal mengetahui atau
sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan
umum atau nyawa orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah).
2) Diancam dengan pidana yang sama dengan pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), barangsiapa yang dengan sengaja
memberikan informasi palsu pada menghilangkan atau menyembunyikan atau
merusak informasi yang diperlukan dalam kaitannya dengan perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), padahal mengetahui atau sangat beralasan
untuk menduga bahwa
perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum atau
nyawa orang lain.
3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak
pidana diancam penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling banyak
Rp.450.000.000,00 (emat ratus lima puluh juta rupiah).
|
Pasal 44
|
1) Barangsiapa yang dengan melanggar ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, karena kealpaannya melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, diancam dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana
diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
|
1. Sanksi Pidana
sebagai Ultimum Remedium
Dalam penjelasan undang-undang ini dianut sebuah
asas yang dikenal sebagai ultimum remedium. Asas ini menempatkan
penegakan hukum pidana sebagai pilihan hukum yang terakhir. Penegakan hukum
lain berupa mekanisme hukum perdata dan hukum administrasi harus didahulukan.
Jadi jika kedua penegakan hukum tersebut ternyata tidak mampu juga
menyelesaikan dan menghentikan tindak pidana lingkungan hidup menurut
undang-undang ini, maka hukum pidana dapat ditegakkan.37
2. Perkembangan
Baru Pertanggungjawaban Korporasi
Beberapa ketentuan di dalam undang-undang ini telah
mengadopsi perkembangan hukum dalam sistem hukum common law. Perkembangan-perkembangan
hukum baru itu misalnya:
adanya ketentuan tentang gugatan class action,
gugatan legal standing dan asas strict liability. Dalam hukum
pidana, yang bisa disebut sebagai perkembangan baru adalah adanya pengaturan
mengenai kejahatan korporasi meskipun undang-undang ini tidak secara eksplisit menyebut
kejahatan yang dilakukan oleh badan hukum sebagai kejahatan korporasi. Tetapi setidaknya
konsep mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi sudah dianut oleh
undangundang ini.
Dalam Bab IX ketentuan tentang pidana, tidak
didefinisikan mengenai siapa yang termasuk sebagai subjek pelaku kejahatan
lingkungan. Tetapi Pasal 45, berbunyi: Jika tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum,
perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, ancaman pidana denda diperberat
dengan sepertiga. Artinya, orang yang dapat dikenai pertanggungjawaban
pidana tidak saja individu, tetapi juga badan hukum atau organisasi lainnya.
Pertanggungjawaban pidana beserta sanksinya diatur dalam Pasal 46 dan 47.
Menurut Pasal 46 ayat (1), pertanggungjawaban pidana (berupa sanksi pidana,
sanksi ganti rugi, dan tindakan tata tertib)
terhadap kejahatan lingkungan hidup yang dilakukan
untuk dan atas nama badan hukum atau organisasi lainnya, dapat dikenakan
terhadap para pimpinannya, pemberi perintah, organisasinya dan atau keduanya
dapat dikenakan (organisasi dan para pimpinannya/pemberi perintah). Selanjutnya
Pasal 46 ayat (2) menentukan bahwa pertanggungjawaban pidana berupa sanksi
pidana dapat dikenakan kepada yang memberi perintah atau pemimpin di dalam organisasi
tersebut. Sedangkan ayat berikutnya (3 & 4) hanya memuat soal ketentuan
teknis dalam beracara dan pengurusan penuntutan.
Sementara itu, Pasal 47 menentukan jenis-jenis
sanksi berupa tindakan tata tertib terhadap pelaku tindak pidana lingkungan
hidup yang dilakukan oleh badan hukum atau organisasi lainnya. Jenis-jenis
sanksi tersebut adalah:
·
perampasan
keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau
·
penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan;
dan/atau
·
perbaikan akibat tindak pidana; dan/atau
·
mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan
tanpa hak; dan/atau
·
meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak;
dan/atau
·
menempatkan perusahaan di bawah pengampuan
paling lama 3 (tiga) tahun.
Jika dibandingkan dengan undang-undang di bidang
pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam seperti Kehutanan, Perkebunan,
Sumber Daya Air, Tambang, dll., pertanggungjawaban pidana korporasi dalam
rumusan undang-undang ini sudah jauh lebih maju. Kemajuan tersebut misalnya
mengenai siapa yang dimintai pertanggungjawaban pidana bila kejahatan
lingkungan dilakukan oleh korporasi. Di dalam Pasal 46 ayat (1) dapat dilihat bahwa
yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana adalah badan hukum, dan kemudian juga
menyebutkan mengenai organisasi lainnya. Penyebutan “organisasi lainnya”
tampaknya untuk mengakomodasi kejahatan korporasi yang dilakukan oleh
organisasi yang bukan berupa badan hukum. Hal lainnya yang sangat maju dari
perumusan kejahatan korporasi oleh undangundang ini konsep strict liability yang
dipadu dengan vicarious liability. Dalam hal ini, baik
pengurus dan atau badan hukumnya (korporasi, dibaca
juga yang non-badan hukum) bisa dikenai pertanggungjawaban pidana.
Namun menurut Prof. Sutan Remy Sjahdeini,
undang-undang ini tidak memberikan ketentuan mengenai persyaratan bahwa suatu
tindak pidana dapat ditentukan sebagai tindak pidana yang dilakukan oleh suatu
korporasi. Selain itu undang-undang ini belum memiliki rumusan yang tegas
mengenai ajaran pertanggungjawaban pidana korporasi apa yang digunakan dalam
membebankan pertanggungjawaban pidana kepada korporasi.
2. Ketentuan sanksi
administrasi dalam UU PPLH
Hukum
lingkungan administrasi berorentasi menuntaskan pencemaran lingkuangan
(Perbuatan pencemarannya). Penyelesaian
kasus pencemaran lingkungan dari aspek hukum lingkungan administrasi dilakukan
oleh aparatur pemerintah atau lebih konkrit pejabat yang berwenang mengeluarkan
izin. Sarana yang digunakan adalah pengawasan dan sanksi administratif.
Pengawasan adalah untuk mencegah secara
preventif terjadinya pencemaran lingkungan. Sedangkan sanksi adaministratif
adalah sarana pencegahan secara refresif terjadinya pencemaran lingkungan.
Pengawasan bertujuan untuk mencegah terjadinya
pencemarana dan atau perusakan Lingkungan. Dengan mekanisme pengawasan yang
baik dapat dicegah terjadinya pencemaran lingkungan. Hal yang demikian tentu
lebih baik dari pada penanggulang setelah terjadinya pencemaran lingkunga
sesuai dengan prinsif “lebih baik mencegah dari pada mengobati. Pengawasan yang
dilakukan pejabat pembuat izin lingkungan, harus memperhatikan dan melaksanakan
benar-benar persyarat mendapatkan izin. Karena persyaratan mendapatkan izin
merupakan instrument pencegahan terjadinya pencemaran lingkungan. Dalam hal ini
memberikan pengertian kepada kita wewenang pejabat pembuat izin lingkungan
bukan samapai pada penerbitan izin saja, akan tetapi kewenangannya masih
berlanjut pada ketaatan dalam menjalankan izin dalam rangka mencegah terjdainya
pencemaran lingkungan.
Dasar
hukum pelaksanaan pengawasan sebagai sarana pencegahan pencemaran lingkungan
diatu dalam Pasal 71 s/d Pasal 75 UU PPLH yang berbuny sebagai berikut :
Pasal 71
1)
Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan
pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas
ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
2)
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat
mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada pejabat/instansi
teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
3)
Dalam melaksanakan pengawasan, Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup
yang merupakan pejabat fungsional.
Pasal 72
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan.
Pasal 73
Menteri dapat melakukan pengawasan terhadap ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang izin lingkungannya diterbitkan
oleh pemerintah daerah jika Pemerintah menganggap terjadi pelanggaran yang
serius di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 74
1)
Pejabat
pengawas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3)
berwenang:
a. melakukan pemantauan;
b. meminta keterangan;
c. membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat
catatan yang diperlukan;
d. memasuki tempat tertentu;
e. memotret;
f. membuat rekaman audio visual;
g. mengambil sampel;
h. memeriksa peralatan;
i.
memeriksa instalasi dan/atau alat
transportasi; dan/atau
j.
menghentikan pelanggaran tertentu.
2)
Dalam
melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas lingkungan hidup dapat melakukan
koordinasi dengan pejabat penyidik pegawai negeri sipil.
3)
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
dilarang menghalangi pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup.
Pasal 75
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengangkatan pejabat pengawas lingkungan hidup dan tata cara pelaksanaan
pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3), Pasal 73, dan Pasal 74
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Setlah aspek pengawasan berikutnya adalah aspenk
sanksi administrasi. Sanksi administrasi merupakan tindak lanjut dari
pengawasan. Apabila pejabat pembuat izin menemukan pelanggaran atas syarat izin
dalam menjalankan izin, maka pejabat pembuat izin berhak memberikan sanksi
administratif untuk mengakhiri pelanggaran tersebut.
Sangsi administratif adalah sarana kekuasaan yang bersifat hukum public
yang dapat diterapkan oleh penguasa terhadap mereka yang tidak menaati
ketentuan norma hukum administrasi.[15]
Sifat sanksi adminitrasi adalah reparatoir
artinya memulihkan keadaan semula.[16]
Sanksi administrasi memiliki fungsi instrumental , yaitu pencegahan dan
penanggulangan perbuatan terlarang dan terutama yang ditujukan terhadap
perlindungan kepentingan yang dijaga oleh ketentuan yang dilanggar tesebut.[17]
Sanksi administrasi berfungsi sebagai instrumentum untuk menanggulangi perbuatan-perbuatan terlarang yang ditujukan
untuk melindungi kepentingan lingkungan dan masyarakat. Kepentingan mana memang
dijaga oleh peraturan yang bersangkutan dilanggar.[18]
Dasar hukum pemberlakuan penerapan sanksi administrasi diatu dalam ketentuan pasal 76 s/d pasal 83 UU PPLH yang menyatakan sebagai berikut :
Pasal 76
1)
Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan
pelanggaran terhadap izin lingkungan.
2)
Sanksi administratif terdiri atas:
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan izin lingkungan; atau
d. pencabutan izin lingkungan.
Pasal 77
Menteri dapat menerapkan sanksi administrative
terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika Pemerintah menganggap
pemerintah daerah secara sengaja tidak menerapkan sanksi administratif terhadap
pelanggaran yang serius dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 78
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76 tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari tanggung
jawab pemulihan dan pidana.
Pasal 79
Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau
pencabutan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf c
dan huruf d dilakukan apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak
melaksanakan paksaan pemerintah.
Pasal 80
1)
Paksaan
pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf b berupa:
a. penghentian sementara kegiatan
produksi;
b. pemindahan sarana produksi;
c. penutupan saluran pembuangan air limbah atau
emisi;
d. pembongkaran;
e. penyitaan terhadap barang atau alat yang
berpotensi menimbulkan pelanggaran;
f. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau
g. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan
pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.
2)
Pengenaan
paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila pelanggaran
yang dilakukan menimbulkan:
a. ancaman yang sangat serius bagi manusia
dan lingkungan hidup;
b. dampak yang lebih besar dan lebih luas jika
tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya; dan/atau
c. kerugian yang lebih besar bagi lingkungan
hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya.
Pasal 81
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
tidak melaksanakan paksaan pemerintah dapat dikenai denda atas setiap keterlambatan
pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah.
Pasal 82
1) Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota berwenang untuk memaksa penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan untukmelakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya.
2)
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berwenang
atau dapat menunjuk pihak ketiga untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup
akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya atas
beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 83
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Sarana penyelesaian kasus pencemaran lingkungan
melalui huku lingkungan administrasi
dapat juga diselesaikan secara perseorangan atau badan hukuam perdata
dengan cara mengajukan gugatan terhadap
izin lingkungan yang menimbulkan pencemaran lingkungan. Gugatan oleh
perseorangan atau badan hukum perdata yang merasa dirugikan diajukan
kepengadilan tata usaha negara yang berisiakan tuntutan agar izin yang dikeluarkan pejabat pembuat izin
dibatalkan atau dinyatakan tidak syah oleh hakim. Sehingga pencemaran cepat
dihentikan akibat izin lingkungan yang tidak cermat.
Gugatan terhadap izin lingkungan melalui pengadilan
tata usaha negara mengacu kepada hukum acara tata usaha negara yaitu ketentuan
UU No. 51 tahun 2009 perubahan kedua atas UU No. 5 Tahun 1986 tetang peradilan
tata usaha negara.
BAB
IV
PENUTUP
N.
KESIMPULAN
Sesuai dengan pemaparan diatas,
maka dapat kami simpulkan sebagai berikut:
v
Dalam
upaya pelestarian lingkungan diperlukan adanya koordinasi antara kesadaran
Individu, Masyarakat, dan semua pihak agar dapat bersinergi dengan kehidupan
lingkungan yang selaras, serasi dan seimbang dalam satu ekosistem makhluk hidup.
v
Setiap
orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Karena lingkungan merupakan
menyangkut keseluruhan kehidupan masyarakat dan alam semesta yang sehat.
lingkungan hidup yang sehat dan bersih merupakan hak asasi setiap manusia yang
dilindungi oleh negara.
v
Dalam
penegakan sanksi sesuai dengan UU PLH, Penyelesaian kasus pencemaran lingkungan
harus dilakukan baik dengan pengawasan maupun sanksi administrative yang dimuat
dalam Undang-undang dengan tujuan
memberikan pengertian kepada kita dalam mencegah pencemaran lingkungan.
v
Adanya
sanksi pidana dan administrsi merupakan ketentuan norma hukum lingkungan yang
memaksa setiap individu dan atau kelompok untuk mejaga keseimbangan lingkungan.
O.
PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat untuk memenuhi
persyaratan mendapatkan Nilai hukum Lingakungan, mudah-mudahan dapat
memberikan menfaat bagi kami dan pembaca
secara teori akademis dan yuridis empiris. Bila ada kekurangan dan kejanggalan
dalam penulisan makalah kami ini, kami mengucapkan mohon maaf yang
besar-besaranya. Besar harapan kami para pembaca memberikan keritik dan saran
yang membengun terhadap makalah kami untuk meningkatkan kemampuan kami dalam
menulis dan sebagai bahan evaluasi kami untuk memperbaik dalam penulisan
tugas-tugas makaslah selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
peranan manusia dan vegetasi dalam
kelestarian alam oleh hadisaputro : kompas 13 oktober 1978
3. UU no. 32 tahun 2009
4. Hal. 21 Pengantar Ilmu Hukum oleh Prof. Mr.
L. J. Van Alpeldorn terbitan Pradnya Paramita cetakan 11 tahun 1971.
5. Hukum lingkungan
Indonesia oleh emil salim
6. Modul peretmuan
pertama FH UP.
7. Salinan UU No. 32
tahun 2009
8. Makalah Dr. Ayi
Bahtiar disampikan di aula kecamatan Rancae kabupaten Bandung dalm kegiatan
pengabdian terhadapa masyarakat .
9. Paulus effendi
lotulung; penelitian tentang efektifitas sanksi administrasi dalam rangka
penegakan huku lingkungan sebagai upaya pengahan pencemaran lingkungan. Badan
pembinaan hukum nasional departemen kehakiman 1995/1996 hal 1.
10. Philipus Mhadjon,
pengantar ilmu administrasi negara, Universitas gajah mada Yogyakarta.
11. Siti sundari
rangkuti; inovasi hukum lingkungan.
[1] peranan manusia dan vegetasi dalam
kelestarian alam oleh hadisaputro : kompas 13 oktober 1978
[4]
Salinan UU no. 32 tahun 2009
[5]
Hal. 21 Pengantar Ilmu Hukum oleh Prof. Mr. L. J. Van Alpeldorn terbitan
Pradnya Paramita cetakan 11 tahun 1971.
[6]
Hukum lingkungan Indonesia oleh emil salim
[7]
Salianan UU No. 32 tahun 2009
[8]
Ibid.
[9] Penjelsan
UU No. 32 tahun 2009
[10]
Modul peretmuan pertama FH UP.
[11]
Salinan UU No. 32 tahun 2009
[12]
Makalah Dr. Ayi Bahtiar disampikan di aula kecamatan Rancae kabupaten Bandung
dalm kegiatan pengabdian terhadapa masyarakat .
[13]
ibid
[14]
Makalah Dr. Ayi Bahtiar disampikan di aula kecamatan Rancae kabupaten Bandung
dalm kegiatan pengabdian terhadapa masyarakat .
[15]
Paulus effendi lotulung; penelitian tentang efektifitas sanksi administrasi
dalam rangka penegakan huku lingkungan sebagai upaya pengahan pencemaran lingkungan.
Badan pembinaan hukum nasional departemen kehakiman 1995/1996 hal 1.
[16]
Philipus Mhadjon, pengantar ilmu administrasi negara, Universitas gajah mada
Yogyakarta.
[17]
Siti sundari rangkuti; inovasi hukum lingkungan.
[18]
Paulus effendi lotulung, op cip, hal 2