Headlines News :

Terpopuler

Tampilkan postingan dengan label Hukum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hukum. Tampilkan semua postingan

KASUS PELINDO II ADALAH PERJUANGAN PANJANG


Jakarta, 26 Januari 2016
Pengungkapan kasus korupsi PELINDO II yang melibatkan mantan Direktur Utama Pelindo II, Richard Joost (RJ) Lino adalah sebuah perjalanan panjang. Ditengah perjalanan elemen-elemen yang percaya dan yakin dalam pengungkapan kasus ini tidak seluruhnya mengalami jalan yang mulus. Salah satunya adalah kegaduhan yang dibuat oleh RJ Lino dengan menelepon beberapa petinggi Republik ini diantaranya Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri BUMN Rini Soemarno ketika terjadi penggerebekan kantor pusat PELINDO II oleh Badan Reserse Kriminal Polri yang pada waktu itu dipimpin oleh Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso dan berujung pada digesernya beliau dari Kabareskrim Polri.
Kebuntuan dalam proses hukum sempat terjadi sehingga diperlukan proses politik dalam hal ini PANSUS PELINDO II DPR yang kemudian memberikan angin segar bagi perkembangan kasus ini yang kemudian disusul oleh penetapan R.J. Lino sebagai tersangka oleh KPK yang kemudian masih coba mengaburkan perihal yang terang benderang dengan mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka tersebut.
Badan Relawan Nusantara (BRN) menganggap bahwa penuntasan kasus PELINDO II ini masih panjang namun putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang dipimpin oleh hakim Udjiati dengan menjatuhkan putusan menolak seluruh gugatan yang dilayangkan oleh mantan Dirut PT Pelindo II, R.J. Lino dalam sidang putusan praperadilan yang digelar pada hari ini patut mendapatkan apresiasi.
Badan Relawan Nusantara (BRN) mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang mendukung penuntasan hukum kasus PELINDO II baik pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung dan semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan kemenangan bagi keadilan di Republik ini. Juga selamat kepada perjuangan kawan-kawan SP JICT dalam mengungkap kasus kejahatan di Perusahaan BUMN PELINDO II. Dan perjuangan ini belum selesai.
BRN juga berharap momentum penuntasan kasus PELINDO II ini kemudian menjadi vitamin penyemangat bagi perjuangan teman-teman dalam penuntasan masalah lainnya.
Badan Relawan Nusantara
Benny Edysaputra S.
Sekretaris Jendral

Apakah Pantas Pemerintah Yang Tidak Memiliki Hak Mengerahkan Polisi Dan Tentara Untuk Mengusir Pemegang Bukti Hak Atas Tanah Air..?

Beberapa hari belakangan ini, laman dimedia massa banyakmemuat tetang Rencana Pemerintah DKI Menertibkan Pemukiman Warga kalijodo. Pemerintah DKI mempersiapkan mulai dari pengerahan tentara dan polisi, digambarkan Situasi DKI dalam keadaan darurat menghadapi perang. Samapai-sampai gubernur dan Kapodanya mengeluarkan pernyataan dimedia massa yang menurut kami sangat melukai Hati Rakyat. Lantas Apakah Pantas Pemerintah DKI memperlakukan Warga negara dan Bangsa Sebiadab itu…?
Sementara jelas kita tahu pemukiman dikawasan Kalijodo semenjak Tahun1930-an, sudah dikenal sebagai tempat pesiar dan liburan muda- mudi atau tempat muda mudi berkumpul untuk mencari jodoh. Keberlangsungan kehidupan masyarakat Secara terus-menerus dan turun-temurun didalam suatu wilayah tentunya pemerintah DKI harus mengedepan diplomasi yang beradab sebagai bangsa dan Musyawarah dengan Warga kalijodo harus dikedepankan. Bukan malah menunjukkan arogansi melebihi preman berpakaian seragam dengan melibatkan polisi dan tentara. Jika kita melihat dengan Jujur Histori Agraria tentu hal ini, juga dapat menjadi Rujukan dan gambaran bagi kita tentang Status Hukum Tanah Pemukiman Warga Kalijodo Tersebut.
Disamping hal tersebut diatas, dimedia massa dan media sosial beredar kabar yang menggambarkan pemukiman warga Kalijodo merupakan tempat Pronsitusi. Jika kita melihat Secara jujur lagi, Sebanyak Sekitar 195 jumlah PSK yang memilki KTP DKI Jakarta, 250 orang penghuni yang tidak memiliki Ktp dan karena kebutuhan pekerjaan sebagai pramusaji sebanyak 500 orang. Jika ditambah dengan Pekerja lain, maka jumlah total yang terlibat dalam bisnis yang ditudukan pemerintah DKI dan Masyarakat luas Sekitar 1.405 orang.
Sementara Keseluruhan Pemukiman Kalijodo Terdiri dari RT 01, 03, 04, 05 dan RT 06 di RW 05 ditinggalin Sebanyak 1.340 KK dengan jumlah 3.052 jiwa tercatat sebagai penghuni. Di kawasan seluas sekitar 1,6 hektare terdapat sebanyak 250 bangunan permanen, 300 bangunan semi permanen dan 90 persen diantaranya memiliki PBB. Dari jumlah bangunan, 58 diantaranya merupakan kafe, 1 pabrik, 2 musala, 1 gereja, kantor RW dan PAUD.
Sering kita mendengan Pemerintah DKI mengatakan Pemukiman-pemukiman yang menjadi Korban Gusuran Masuk Dalam Jalur Hijau. Kapan Pemerintah DKI dan Masyarakat DKI Jakarta Mengenal Istilah Jalur Hijau?
Kita mengenal Istilah Jalur Hijau atau pemenrintah DKI mulai menuduh korban gusuran dengan sebutan hunian kumuh dalam jalur hijau. semenjak diundangkannya Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 dan PERDA Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi. Namun Pada kenyataannya jika kita melihat Peta Tata Ruang DKI yang membagi wialayah Jakarta kepada Jalur Hijau, Jalur Kuning Dan Jalur Merah yang dibuat berdasarkan PERDA tersebut masih banyak Hak Guna Usaha dan Hak Milik Masyarakat Jakarta diatas Tanah yang merupakan Jalur Hijau, Jalur Kuning Dan Jalur Merah, yang Telah diterbitkan oleh Pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional berdasarkan Undang-undang Pokok Agraria Nomor : 05 Tahun 1960 Sebulum Diundangkannya PERDA itu. Dimana yang Semestinya Sertifikat Hak itu dibatalkan Secara hukum oleh Pemerintah DKI Jakarta. Tidak adanya Pemebatalan Sertifikat Hak Atas tanah yang dimiliki warga DKI Jakarta yang masuk kepada kepeta Rancangan Tata Ruang Pemerintah DKI Jakarta dalam menjalankan pembangunan merupakan Arogansi dan Kebiadaban Pemimpinnya.
Pertanyaanya : Lantas Apakah Hak kepemilikan atas tanah oleh warga Negara yang diterbitkan Pemerintah batal begitu saja tanpa proses hukum dengan diberlakukannya Perda No. 1 Tahun 2012 Tentang Rancangan Tata Ruang dan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi.?
Dalam Pasal 3 Perda No. 1 Tahun 2012 mengatakan “ Untuk mewujudkan visi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, misi pembangunan Daerah sebagai berikut: a. membangun prasarana dan sarana kota yang manusiawi; b. mengoptimalkan produktivitas kota sebagai kota jasa berskala dunia; c. mengembangkan budaya perkotaan; d. mengarusutamakan pembangunan berbasis mitigasi bencana; e. menciptakan kehidupan kota yang sejahtera dan dinamis; dan f. menyerasikan kehidupan perkotaan dengan lingkungan hidup”
Jika pemerintah DKI melakukan Cara-cara yang Biadab dengan mengumpukan tentara dan Polisi dengan memposisikan masyarakat yang bermukim dikali jodo sebagai Area Perang yang harus diserang dengan kekerasan, dalam merelokasi berdasakan Tata ruang tentu sangat bertentangan dengan Poin-poin yang disebutkan dalam Pasal 3 Perda No.1 Tahun 2012 tersebut.
Merujuk pada Pasal 10 Undang-udaang No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan tanah Untuk Pentingan umum menyebutkan “Tanah untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) digunakan untuk pembangunan: a. pertahanan dan keamanan nasional; b. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api; c. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya; d. pelabuhan, bandar udara, dan terminal; e. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi; f. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik; g. jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah; h. tempat pembuangan dan pengolahan sampah; i. rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah; j. fasilitas keselamatan umum; k. tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah; l. fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik; m. cagar alam dan cagar budaya; n. kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa; o. penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa; p. prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah; q. prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; r. pasar umum dan lapangan parkir umum
Sedangkan Pada Pasal 15 Undang-Undang Nomor : 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah Menyatakan : (1) Perencanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) disusun dalam bentuk dokumen perencanaan Pengadaan Tanah, yang paling sedikit memuat: a. maksud dan tujuan rencana pembangunan; b. kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Pembangunan Nasional dan Daerah; c. letak tanah; d. luas tanah yang dibutuhkan; e. gambaran umum status tanah; f. perkiraan waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah; g. perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan; h. perkiraan nilai tanah; i. rencana penganggaran. (2) Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan studi kelayakan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Instansi yang memerlukan tanah. (4) Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diserahkan kepada pemerintah provinsi.
Kemudian dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 190 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Santunan Kepada Penggarap Tanah Negara menyebutkan pada Pasal 2 Ayat 1 tentang Syarat Pemberian Santunan yang berbunyi “Pemberian santunan kepada penggarap tanah Negara harus memenuhi kriteria sebagai berikut :a. tanah yang digarap bukan aset Pemerintah Pusat / Pemerintah Provinsi DKI Jakarta; b. tanah digarap secara langsung oleh penggarap dengan itlkad balk; dan c. memiliki bukti garap yaitu : keterangan garap dari Bupati / Walikota untuk luas tanah lebih dari 2 ha (dua hektar) sampai dengan 10 ha (sepuluh hektar) yang diterbitkan sebelum tahun 1999; keterangan garap dari Camat untuk luas tanah kurang dari 2 ha (duel hektar) yang diterbitkan sebelum tahun ‘1999; atau . surat pernyataan tertulis menggarap tanah negara yang dibuat penggarap dan diketahui Camat dengan memperhatikan pertimbangan Lurah.
PadaPasal 2 Ayat 2 Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 190 Tahun 2014 menyatakan tentang yang dimaksud Pertimbangan Lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf C angka 3 berisi sebagai berikut : a. penggarap yang memakai, menduduki, mengerjakan dan/atau menguasai tanah negara dengan itikad baik; b. tanah tidak dalam sengketa; c. dinyatakan benar oleh 2 (dua) orang saksi dari lingkungan masyarakat setempat yang tidak mempunjai hubungan keluarga dengan penggarap sampai derajat kedua, baik kekerabatan vertikal maupun horizontal; dan c. dibuktikan dengan pembayaran pajak atas nama penggarap paling sedikit 5 (lima) tahun secara berturu turut.
Oleh Baginda Ali Zubeir Hasibuan
Lantas mengapa ahok mengatakan ini..?
http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/16/02/17/o2oaqm282-ahok-alexis-surga-dunia-tapi-saya-tak-bisa-menutupnya

Asuransi Peternakan Dintinjau dari UU No. 19 Tahun 2013




Oleh Baginda Ali Zubeir Hasibuan

Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Karakteristik usaha sektor pertanian, khususnya subsektor budidaya dan pembibitan sapi, dianggap berisiko tinggi karena bersifat biologis yang rentan terhadap serangan penyakit dan kematian, sehingga dapat menyebabkan kerugian. Alasan ini mengakibatkan masih rendahnya penyaluran kredit di sektor usaha peternakan sapi. “Oleh sebab itu, sudah selayaknya usaha peternakan ini mendapat perhatian khusus untuk meminimalisir risiko melalui manajemen risiko dalam bentuk asuransi,”[1] untuk menunjang pertumbuhan indutri peternakan sapi di Indonesia. Dengan terminimimalisirnya Resiko tentu peluang dalam mengembangkan industry pertenakan sapi dalam negeri semakin besar.
Asuransi merupakan upaya untuk mengurangi risiko kredit yang dihadapi oleh perbankan. Kalau risiko kredit menurun dan ternaknya bisa produksi dengan baik, tentu ini akan menjadi suatu dorongan yang besar, baik untuk petani maupun industri perbankan," [2] terutama dalam perngembangan peluang  keuntungan usaha perternakan sapi diindonesia, dengan mendapatkan kucuran kredit dari perbankkan. Di samping itu dengan dibangunnya Asuransi Peternakan kredit yang diberikan oleh perbankkan juga terjamin dari resiko-resiko Usaha dalam bidang peternakan.
Data Bank Indonesia posisi Agustus 2013 menunjukkan bahwa kredit Bank Umum untuk sektor Pertanian mencapai Rp158,5 triliun, termasuk kredit pada subsektor Peternakan Budidaya yang mencapai Rp11,7 triliun atau 7,35%. Di sisi lain, kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sektor pertanian mencapai Rp43,73 triliun termasuk kredit pada subsektor Peternakan Budidaya yang mencapai Rp6,5 triliun atau 14,95%. [3]
Hal inilah yang melatar belakangi kami kelompok 3 dalam menulis Makalah yang Berjudul “Asuransi Peternakan” untuk diajukan sebagai persyaratan mendapatkan Nilai Mata kuliah Hukum Asuransi difakultas Hukum Universitas Pamulang.

B.     Rumusan Masalah
Untuk menghidarkan melebar atau menyempitnya pembahasan yang mebuat kaburnya fokus pembahasan makalah. Maka dalam penulisan makalah ini, penulis hanya berfokus pada masalah yang dirumuskan sebagai berikut :
a.       Polis apakah yang ditawarkan Asuransi Peternakan dalam menanggulangi resiko..?
b.      Bagaimana pelaksanaan Klaim Asuransi Peternakan dalam menanggulangi resiko kredit perbankkan…?
c.        
C.    Tujuan Penulisan Makalah
1.      Tujuan Praktis
Dalam penulisan makalah ini penulis bertujuan memenuhi persyaratan mendapatkan nilai Hukum Asuransi difakultas hokum Universitas Pamulang.
2.      Tujuan Akademis
Dalam penulisan Makalah ini, penulis bertujuan mengembangkan wawasan, pengetahuan dan tambahan referensi bagi kelompok kami, tentang Teori-teori “Hukum Asuransi”
D.    Landasan Teori
1.      Teori Pengalihan Resiko
Tertanggung Mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan Membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung), Sejak itu pula risiko beralih kepada penanggung. Apabila Sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa yang merugikan, penanggung beruntung memiliki dan menikmati premi yang telah diterimanya dari tertanggung.

2.      Pembayaran Ganti Kerugian
Tertanggung Mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguh- sungguh diderita. Jika Pada suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko Berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung yang bersangkutan akan dibayar ganti kerugian seimbang dengan jumlah asuransinya. Kerugian Yang diganti oleh penanggung itu hanya sebagian kecil dari jumlah premi yang diterima dari seluruh tertanggung.
a.       Hak-hak Tertanggung
ü  menerima polis;
ü  mendapat ganti kerugian bila terjadi peristiwa itu;
ü  hak-hak lainnya sebagai imbalan dari kewajiban penanggung.

b.      Kewajiban dari Tertanggung
ü  membayar preminya;
ü  memberitahukan keadaan-keadaan sebenarnya mengenai barang yang dipertanggungkan;
ü  mencegah agar kerugian dapat dibatasi;
ü  Kewajiban khusus yang mungkin disebut sebagai polis.
Penanggung, verzekeraar, asuradur, penjamin ialah mereka yang dengan mendapat premi, berjanji akan mengganti kerugian atau membayar sejumlah uang yang telah disetujui, jika terjadi peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya, yang mengakibatkan kerugian bagi tertanggung, Jadi Penanggung adalah sebagai subyek yang berhadapan dengan (lawan dari), tertanggung. Dan yang biasanya menjadi penanggung adalah suatu badan usaha yang memperhitungkan untung rugi dalam tindakan-tindakannya.[4]
BAB II
PELAKSANAAN POLIS DAN PREMI DALAM ASURANSI PETERNAKAN
A.    PENGERTIAN ASURANSI
Istilah asuransi dalam bahasa Belanda adalah Verzekering dan dalam bahasa Inggris adalah Insurance yang berarti jaminan atau pertanggungan. Penulis-penulis Indonesia yang mempergunakan istilah pertanggungan yaitu Soekardono dan Subekti, selanjutnya Wirjono Prodjodikoro untuk pertanggungan dipakai istilah asuransi.
Asuransi adalah pertanggungan, persetujuan dalam mana penanggung menjanjikan kepada yang mempertanggungkan akan mengganti kerugian, yang disebabkan oleh suatu peristiwa (yang disebut dalam perjanjiannya) masa depan yang lebih dahulu tidak dapat dipastikan. Untuk jaminan ini orang yang mempertanggungkan harus membayar sejumlah uang yang disebut premi kepada penanggung.[5]
Istilah assurantie di Indonesiakan menjadi asuransi. Istilah asuransi lebih banyak dikenal dan dipakai dalam praktek perusahaan pertanggungan sehari-hari. Asuransi adalah Perjanjian. Penegasan bahwa asuransi merupakan suatu perjanjian yang dibuat antar pihak penanggung jawab dengan tertanggungnya, diatur dalam Pasal 246 Kitab Undangundang Hukum Dagang (KUHD).[6]
Menurut Pasal 1 Sub 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992, Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.[7]
Menurut R green (Prinsif of  InsuRance) sebaagaimana dikutip oleh Imam Musjab, Asuransi adalah  Unit ekonomi yang menanggulangi resiko dengan cara menggabungkan beberapa pihak yang memiliki situasi yang sama. Dalam menghadapi suatu kerugian keuangan. Yang timbul secara tidak diduga kedalam suatu pengelolaan.[8]
Mengenai hal ini, Emmy Pangaribuan Simanjuntak tidak sependapat apabila perjanjian asuransi digolongkan ke dalam perjanjian untung-untungan. Dikatakannya bahwa dalam banyak hal ketentuan dalam Pasal 1774 KUHPerdata itu tidak tepat, sebab didalam perjanjian untung-untungan itu para pihak secara sengaja dan sadar menjalani suatu kesempatan untung-untungan dengan prestasi secara timbal balik tidak seimbang. Perjanjian yang demikian ini dilarang oleh undang-undang apabila itu merupakan suatu permainan atau perjudian dan undang-undang tidak akan memberikan perlindungan kepadanya (Pasal 1778 KUHPerdata). Yang dibolehkan hanya mengenai perjanjian asuransi (Pasal 1775-Pasal 1787 KUHPerdata). Alasan lainnya adalah bahwa dalam perjanjian asuransi, penanggung didalam mempertimbangkan resiko yang akan ditanggungnya, ia juga menerima suatu kontra prestasi yang disebut premi dari tertanggung. Dengan mengutip pendapat Mr. T. J. Dorhout Mees yang mengatakan bahwa Pasal 1774 KUHPerdata yang memasukkan perjanjian asuransi ke dalam perjanjian untung-untungan hanyalah dalam arti bahwa besarnya kewajiban penanggung dalam asuransi itu akan ditentukan oleh kejadian-kejadian yang kemudian akan terjadi, maka hal itu lebih memperkuat pendapatnya bahwa tidak tepat dikatakan bahwa asuransi termasuk ke dalam perjanjian untung-untungan.[9]
D. Sutanto, mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan asuransi adalah peniadaan resiko kerugian yang datangnya tak terduga sebelumnya yang menimpa seseorang dengan cara menggabungkan sejumlah besar orang atau manusia yang menghadapi resiko yang sama dan mereka itu membayar premi yang besarnya cukup untuk menutup kerugian yang mungkin menimpa orang diantara mereka.[10]
Wirjono Prodjodikoro, mengemukakan bahwa Asuransi (verzekering) yang berarti pertanggungan. Dalam asuransi terlibat dua pihak, yang satu sanggup akan menanggung atau menjamin, bahwa pihak lain akan mendapat penggantian dari suatu kerugian, yang mungkin akan diderita selaku akibat dari suatu peristiwa, yang semula belum tentu akan terjadinya atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya.[11]
Dari defenisi diatas dapatlah kita ketahui, pada dasarnya asuransi merupakan suatu perjanjian yang mengikat timbale-balik diaman dilandasi unsure-unsur sebagai berikut :
1)      Asuransi itu pada asasnya adalah suatu perjanjian kerugian (schade verzekering) atau indemniteits contract.
2)      Adanya pihak-pihak yaitu pihak penanggung dan pihak tertanggung.
3)      Asuransi itu merupakan perjanjian bersyarat.
4)      Adanya premi yang dibayar oleh tertanggung.
B.     SEJARAH HUKUM ASURANSI
Bisnis asuransi masuk ke Indonesia pada waktu penjajahan Belanda dan negara kita pada waktu itu disebut Nederlands Indie. Keberadaan asuransi di negeri kita ini sebagai akibat berhasilnya Bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan perdagangan di negeri jajahannya. Untuk menjamin kelangsungan usahanya, maka adanya asuransi mutlak diperlukan.
Dengan demikian usaha pera.suransian di Indonesia dapat dibagi dalam dua kurun waktu, yakni zaman penjajahan sampai tahun 1942 dan zaman sesudah Perang Dunia II atau zaman kemerdekaan. Pada waktu pendudukan bala tentara Jepang selama kurang lebih tiga setengah tahun, hampir tidak mencatat sejarah perkembangan. Perusahaan-perusahaan asuransi yang ada di Hindia Belanda pada zaman penjajahan itu adalah :
1)      Perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh orang Belanda.
2)      Perusahaan-perusahaan yang merupakan Kantor Cabang dari
Perusahaan Asuransi yang berkantor pusat di Belanda, Inggris dan dinegeri lainnya. Dengan sistem monopoli yang dijalankan di Hindia Belanda, perkembangan asuransi kerugian di Hindia Belanda terbatas pada kegiatan dagang dan kepentingan bangsa Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya. Manfaat dan peranan asuransi belum dikenal oleh masyarakat, lebih-lebih oleh masyarakat pribumi. Jenis asuransi yang telah diperkenalkan di Hindia Belanda pada waktu itu masih sangat terbatas dan sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran dan pengangkutan. Asuransi kendaraan bermotor masih belum memegang peran, karena jumlah kendaraan bermotor masih sangat sedikit dan hanya dimiliki oleh Bangsa Belanda dan Bangsa Asing lainnya. Pada zaman penjajahan tidak tercatat adanya perusahaan asuransi kerugian satupun. Selama terjadinya Perang Dunia II kegiatan perasuransian di Indonesia praktis terhenti, terutama karena ditutupnya pemsahaanperusahaan asuransi milik Belanda dan Inggris
C.    LANDASAN HUKUM
Pelaksanaan asuransi pertanian merupakan amanat dari undang-undang nomor 19 tahun 2013 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani pasal 37 ayat (1) yang berbunyi “Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban melindungi usaha tani yang dilakukan oleh petani dalam bentuk asuransi pertanian”. Asuransi pertanian dilakukan untuk melindungi petani dari kerugian gagal panen akibat:
a)      bencana alam,
b)      serangan organisme pengganggu tumbuhan,
c)      wabah penyakit hewan menular,
d)     dampak perubahan iklim, dan/atau
e)      jenis risiko lain yang diatur dengan Peraturan Menteri.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Pemda) sesuai dengan kewenangannya berkewajiban memfasilitasi setiap Petani untuk menjadi peserta asuransi pertanian. Kewajiban pemerintah ini diatur di pasal 39. Fasilitas dimaksud meluputi:
a)      kemudahan pendaftaran untuk menjadi peserta,
b)      kemudahan akses terhadap perusahaan asuransi,
c)      sosialisasi program asuransi terhadap petani dan perusahaan asuransi, dan/atau bantuan pembayaran premi.
Yang dimaksud bantuan pembayaran premi disini adalah pembayaran premi untuk membantu dan mendidik petani dalam mengikuti asuransi pertanian dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara.
D.    PRINSIF-PRINSIP  ASURANSI
Beberapa prinsip dasar yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan asuransi, diantaranya:
1)      Indemnity (ganti rugi).
Apabila obyek yang diasuransikan terkena musibah, penanggung bersedia untuk membayar ganti rugi tidak lebih dari nilai aktual yang harus ditanggung oleh tertanggung. Dalam hal ini tujuan asuransi adalah untuk mengembalikan posisi ekonomi tertanggung sama saat kerugian belum terjadi dan tertanggung tidak memperoleh keuntungan dari adanya kerugian tersebut.
2)      Insurable interest (kepentingan yang dipertanggungkan).
Seseorang dikatakan memiliki kepentingan atas obyek yang diasuransikan apabila seseorang menderita kerugian keuangan seandainya terjadi musibah yang menimbulkan kerugian atau kerusakan atas obyek tersebut. Kepentingan keuangan ini memungkinkan seseorang mengasuransikan harta benda atau kepentingan anda.
3)      Utmost good faith (kejujuran sempurna).
Dimana nilai kejujuran dijunjung tinggi dalam asuransi. Pihak tertanggung berkewajiban memberitahukan dengan jelas dan teliti terkait segala hal yang berkaitan dengan obyek yang diasuransikan. Prinsip inipun menjelaskan risiko-risiko yang dijamin maupun yang dikecualikan, segala persyaratan dan kondisi pertanggungan secara jelas serta teliti.
4)      Subrogation (subrogasi).
Prinsip subrogration (perwalian) ini berkaitan dengan suatu keadaan dimana kerugian yang dialami tertanggung merupakan akibat dari kesalahan pihak ketiga (orang lain). Prinsip ini memberikan hak perwalian kepada penanggung oleh tertanggung jika melibatkan pihak ketiga. Dengan kata lain, apabila tertanggung mengalami kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pihak ketiga, maka penanggung setelah memberikan ganti rugi kepada tertanggung, akan mengganti kedudukan tertanggung dalam mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga tersebut.
5)      Proximate cause (sebab akibat yang berantai).
Apabila kepentingan yang diasuransikan mengalami musibah atau kecelakaan, penanggung pertama-tama akan mencari sebab-sebab yang aktif dan efisien yang menggerakkan suatu rangkaian peristiwa tanpa terputus sehingga pada akhirnya terjadilah musibah atau kecelakaan tersebut.
6)      Contribution (kontribusi).
Harta benda yang sama dapat diasuransikan pada beberapa perusahaan asuransi. Namun bila terjadi kerugian atas obyek yang diasuransikan maka secara otomatis berlaku prinsip kontribusi. Dimana apabila penanggung telah membayar penuh ganti rugi yang menjadi hak tertanggung, maka penanggung berhak menuntut perusahaan-perusahaan lain yang terlibat suatu pertanggungan (secara bersama-sama menutup asuransi harta benda milik tertanggung) untuk membayar bagian kerugian masing-masing yang besarnya sebanding dengan jumlah pertanggungan yang ditutupnya. Prinsip ini tidak berlaku bagi asuransi jiwa dan asuransi kecelakaan diri yang berkaitan dengan meninggal dunia atau cacat tetap.
7)      The law of large numbers (hukum bilangan besar)
Menurut hukum bilangan besar, semakin banyak observasi yang dilakukan atas suatu peristiwa semakin besar kemungkinannya bahwa observasi tersebut menghasilkan estimasi probabilitas yang benar. Sehingga perusahaan asuransi dapat menetapkan besarnya nilai kerugian dan menetapkan nilai premi yang layak serta siap membayar
klaim.
E.     DEKSKRIPSI SAPI YANG DAPAT DIASURANSIKAN
Kriteria sapi yang bisa diasuransikan  dalam mendukung pertubuhan Peternakan di indoensia  Natara lain ;
1)      Sapi perah dan sapi potong
2)      Terdaftar yang dibuktikan dengan eartag (anting) / microchip
3)      Usia produktif (15 bulan-8 tahun) Dinyatakan sehat dengan surat keterangan sehat dari dokter hewan.
 Di samping penetuan criteria sapi, dalam menajalankan asuran pihak penanggung juga menentuakan Kriteria peternak yang menjadi peserta asuransi ialah :
1)      Peternak sapi yang bergabung dalam kelompok ternak aktif dan mempunyai pengurus lengkap.
2)      Peternak bersedia mengikuti anjuran teknis sesuai rekomendasi manajemen usaha ternak yang baik.
3)      Peternak bersedia mengikuti aturan asuransi ternak sapi, termasuk membayar premi
F.     SKEMA PELAKSANAAN ASURANSI PETERNAKAN SAPI
Berikut ini hal-hal yang perlu diketahui mengenai asuransi ternak sapi, yaitu:
 Bank Indonesia dan Kementrian Pertanian, bersama perusahaan asuransi meluncurkan skema asuransi ternak sapi di Kantor Bank Indonesia Jakarta (Rabu, 23/10/13). Dengan asuransi ternak sapi, diharapkan akses pelaku usaha sektor pertanian atas sumber pembiayaan akan meningkat.
1.      Apa itu ATS?
 Jawab: Asuransi Ternak Sapi (ATS) adalah perjanjian antara perusahaan asuransi sebagai penanggung dengan peternak sebagai tertanggung dengan menerima premi asuransi, penanggung akan memberikan penggantian kerugian kepada tertanggung karena kematian sapi akibat penyakit, kecelakaan dan melahirkan, dan kehilangan sapi, sesuai ketentuan dan persyaratan Polis.

2.      Apa yang mendasari terbitnya Asuransi Ternak Sapi (ATS)?
 Jawab: Berdasarkan amanah dari UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (P3) bahwa dalam rangka melindungi usaha petani (peternak) pemerintah (Direktorat Jenderal Peternakan-Kementan) membentuk asuransi pertanian melalui Asuransi Ternak Sapi (ATS). Ijin produk ATS telah dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tanggal 27 Februari 2013 dengan nomor S-578/NB.11/2013. Sebagai turunan dari UU P3 Kementerian Pertanian sedang menggodok Permentan Asuransi Pertanian dan Petunjuk Pelakasanan Asuransi Ternak Sapi.
3.      Lembaga Apa yang menangani ATS ini?
 Jawab: Produk Asuransi Sapi ini dipasarkan melalui Konsorsium Asuransi Ternak Sapi (KATS), yang diketuai PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero). Anggota KATS adalah :
PT. Asuransi Bumiputera Muda 1967
PT. Asuransi Tri Pakarta
PT. Asuransi Raya
4.      Berapa Premi ATS dan apa saja manfaat ATS?
 Jawab: Untuk mengikuti Asuransi Ternak Sapi, peternak harus membayar premi  suransi Ternak Sapi. Sumber pembiayaan premi yang sudah berjalan saat ini adalah swadana atau dari peternak. Besarnya premi adalah 2% dari harga pertanggunggan. Harga pertanggungan adalah harga nominal perolehan sapi tanpa penambahan biaya lainnya yang disepakati oleh tertanggung dan penanggung, sehingga apabila terjadi klaim nantinya harga tersebut dapat untuk membeli sapi kembali. Melalui Asuransi Ternak Sapi, pemilik akan diganti bila ternak sapi yang diasuransikan nantinya mati karena penyakit, kecelakaan, dan melahirkan. Ada pula penggantian untuk resiko kehilangan ternak sapi tersebut. Dimana Polis asuransi ternak sapi berlaku secara tahunan, dimulai sejak tanggal akad polis. Jangka waktu pertanggungan dan tanggal mulainya diuraikan pada Ikhtisar Polis.
 Sebagai Contoh:
v  Untuk Sapi potong, premi Asuransi Ternak Sapi adalah Rp.200.000 per ekor dari harga pertanggungan induk Rp.10.000.000 per ekor.
v  Untuk sapi perah, premi Asuransi Ternak Sapi adalah Rp. 300.000 per ekor per tahun dari harga pertanggungan induk Rp.15.000.000 per ekor

5.      Jelaskan Skema pelaksanaan ATS?
 Jawab: berdasarkan sumber pembiayaan premi ATS terdapat tiga skema yakni:
Swadana: Sumber premi berasal dari peternak. Pada sistem ini perusahaan asuransi langsung berhubungan dengan peternak.
Pemerintah APBN/APBD yaitu perusahaan asuransi langsung berhubungan dengan kementerian keuangan untuk menagih premi. Sistem yang dipakai seperti kredit program, pelaku dibebani 2% sedngakan 80% ditanggung oleh APBN/APBD dengan KPA di Kemenetrian keuangan. Sistem kredit yang dimasukan ke dalam rencan definitive Kebutuhan –(RDK) skema kredit Program (KUPS, KKPE).
Kemitraan (CSR/PKBL)
Perbankan: Jika perserta asuransi mendapatkan fasilitas pembiayaan dari perbankan atau lembaga keuangan lainnya.

Kriteria Calon tertanggung sebagai peserta ATS dan apa syaratnya?
 Jawab: Semua pelaku peternakan bisa mengakses asuransi kepada KATS dengan syarat:
1)      Memiliki sapi;
2)      Membayar premi;
3)      Sapi usia produktif (15 bulan – 8 tahun);
4)      Surat keterangan sehat ternak yang akan diasuransikan dikeluarkan oleh dokter hewan/pertugas yang berwenang;
5)      Sapi memiliki identitas.
6.      Bagaimana Prosedur pengajuan ATS?
 Jawab: Gambar prosedur pengajuan asuransi ternak sapi.
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
I.                   KESIMPULAN
a.       Bahwa Istilah asuransi dalam bahasa Belanda adalah Verzekering dan dalam bahasa Inggris adalah Insurance yang berarti jaminan atau pertanggungan. Penulis-penulis Indonesia yang mempergunakan istilah pertanggungan yaitu Soekardono dan Subekti, selanjutnya Wirjono Prodjodikoro untuk pertanggungan dipakai istilah asuransi.
b.      Bisnis asuransi masuk ke Indonesia pada waktu penjajahan Belanda dan negara kita pada waktu itu disebut Nederlands Indie. Keberadaan asuransi di negeri kita ini sebagai akibat berhasilnya Bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan perdagangan di negeri jajahannya. Untuk menjamin kelangsungan usahanya, maka adanya asuransi mutlak diperlukan.
c.       Pelaksanaan asuransi pertanian merupakan amanat dari undang-undang nomor 19 tahun 2013 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani pasal 37 ayat (1) yang berbunyi “Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban melindungi usaha tani yang dilakukan oleh petani dalam bentuk asuransi pertanian”.  
a.       Bahwa dalam pelaksanaan Asuransi Peternakan yang menjadi tertanggu adalah sapi ternak dan atau sapi Perah.
b.      Bahwa dalam pelaksanaan Asuransi Perternakan Juga di adakan perjanjian pertanggungan antara Peternak dengan penanggung dengan menggunakan Sertifikan identitas Sapi yang dikeluarkan Oleh dokter Hewan.
c.       Bahwa dalam melaksanakan asuransi pertnakan Premi yang harus debayarkan Pihak Sebesar 2% dari harga sapi. Dan dapat dimintakan prestasi dari pihak penanggung apabila sapi yang diasuransikan mati karena penyakit, Tabrakan atau sebab-sebab yang diperjanjikan dalam Polis yang dipertanggungkan.   

II.                PENUTUP
Demikianlah isi makalah kami, dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan disana-sini. Atas kekurangan penulis besar karapan kami teman-teman dapat memberikan masukan berupa saran dan keritik, sebagai acuan penulis dalam meningkatkan kualitas tulisan dan pembelajaran. Atas saran dan kritik pembaca kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.




Daftar Pustaka
3.      R. Ali Ridho, 1992, HUKUM DAGANG Tentang Prinsip dan fungsi Asuransi dalam lembaga keuangan, Pasar Modal, Lembaga Pembiayaan Modal Ventura dan Asuransi Haji, Alumni, Bandung, halaman 390.
4.      Ensiklopedia Umum, Yayasan Kanisius, Yogyakarta, 1977, hal. 101 
5.      Kitab Undang-undang Hukum dagang
6.      Salinan Undang-undang No.2 tahun 1992 tentang Asuransi
7.      Imam Musjab, makalah ,Prinsif-prinsif Asuransi, 2011
8.      Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, Yogyakarta, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1980, hal. 7 dan 8. 
9.      D. Sutanto, Ikhtisar Tentang Pengertian dan Perkembangan Asuransi Jiwa, Jakarta, Yayasan Darmasiswa Bumi Putera 1912, 1995, hal. 1. 



[3] Ibid
[4] R. Ali Ridho, 1992, HUKUM DAGANG Tentang Prinsip dan fungsi Asuransi dalam lembaga keuangan, Pasar Modal, Lembaga Pembiayaan Modal Ventura dan Asuransi Haji, Alumni,
Bandung, halaman 390.
[5] Ensiklopedia Umum, Yayasan Kanisius, Yogyakarta, 1977, hal. 101 
[6] Kitab Undang-undang Hukum dagang
[7] Salinan Undang-undang No.2 tahun 1992 tentang Asuransi
[8] Imam Musjab, makalah ,Prinsif-prinsif Asuransi, 2011
[9] Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, Yogyakarta, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1980, hal. 7 dan 8. 
[10] D. Sutanto, Ikhtisar Tentang Pengertian dan Perkembangan Asuransi Jiwa, Jakarta, Yayasan Darmasiswa Bumi Putera 1912, 1995, hal. 1. 
[11] Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Indonesia, Jakata, Intermasa, 1982, hal. 5. 
 

histat

Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2014. Komando Strategi Mahasiswa Merdeka (KOSTUM MERDEKA) - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger