Headlines News :
Home » » Makalah Penyelesaian Wanprestasi Perjanjian Pinjaman melalui Lembaga Arbitrase”

Makalah Penyelesaian Wanprestasi Perjanjian Pinjaman melalui Lembaga Arbitrase”

Written By Unknown on Kamis, 12 Juni 2014 | 13.44



BAB I
PENDAHULUAN
A.        Latar Belakang
Perkembangan perekonomian dan kemajuan pembangunan dalam suatu bangsa pada era Globalisasi saat sekarang ini menuntut kemajuan regulasi dibidang hukum terutama dalam bidang  pasar modal dan perbankan. Memang Ilmu hukum bersifat dinamis selalu mengikuti perkembangan jaman dan kebutuhan masyarkat, bertujuan melindungi Hak masyarakat dan memberikan kepastian Hukum. Terutama dibidang hukum Perikatan yang mengatur hubungan antar orang  dengan orang, orang dengan badan hukum dan atau badan hukum dengan badan hukum dalam membuat perjanjian, yang mengikat semua pihak dalam suatu kesepakatan perjanjian untuk memenuhi suatu prestasi atau tidak memenuhi presatasi yang disebutkan dalam suatu surat perjanjian.
Dalam meningkatkan perekonomian dan pembangunan di suatu negara tentu membutuhkan kerjasama antara Negara dengan Masyarakat, atau Masyarakat dengan perusahaan, atau perusahaan dengan perusahan perbankkan. Jalinan kerjasama tersbut tentu dibangun dengan kesepakatan-kesepakatan dalam suatu perjanjian yang berlandaskan itikad baik. Jalinan kerjasama tersebut dibidang ekonomi yang sering kita temui dapat berupa Pinjam-meminjam dan Hutang-piutang dengan berbagai bentuk perjanjian serta kesepakatan. Dalam menjalankan perjanjian tentu tidak semua berjalan ssesuai dengan yang perjanjikan, disinilah fungsi hukum Perikatan untuk melindungi para pihak dan memberikan kepastian hukum dalam penyelesaian masalah-masalah yang terjadi dalam hubungan kerjasama dalam bentuk perjanjian hutang-piutang yang berkaitan dengan Bank (Kredit Perbankan).
Ada berberapa pendapat para ahli tentang perjanjian, Menurut Surbekti Suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk melakukan suatu hal.[1] Pendapat surbekti ini menjelaskan perjanjian secara sempit, memang penjanjian bisa diartikan secara sempit dan bisa juga diartikan secara luas. Kemudian dalam defenisi surbekti ini lebih menitik beratkan kepada perjanjian yang tidak tertulis.
Sedangkan pendapat R. Setiawan meneybutkan defenisi yang berbeda bahwa perjanjian ialah suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.[2] Defenisi R. setiawan ini menybutkan bahwa perjanjian merupakan Perbuatan hukum, yang bisa dimintakan prestasi secara hukum apa bila terjadi wanprestasi dalam suatu perjanjian.
Pada era globalisasi sekarang ini perkembangan industri perbankan sangat pesat. Pesatnya kemajuan industri perbankan membuat hukum perikatan dan hukum kebebassan berkontrak sangat berperan penting dalam pemberian pinjaman kepada kreditur. Dalam pemberian pinjaman terhadap kreditur dengan perjanjian Hutang-piutang sangat sering sering ditemukan wanprestasi atau tidak terpenuhinya prestasi-prestasi yang disepakati dalam perjanjian Hutang-piutang oleh paran pihak debitur atau kreditur.
Kemudian dalam penyelesaian terjadinya masalah wanprestasi dalam perjajian pinjaman antara debitur dan kreditur, ada beberapa proses penyelasian yang bisa pilih oleh para pihak dalam menyelesaikannya. Hal ini yang melatar Belakangin penulis dalam menulis makalah yang berjudul “Penyelesaian Wanprestasi Perjanjian Pinjaman melalui Lembaga Arbitrase”

B.        Rumusan Masalah
Penulis menemukan beberapa masalah diantaranya:
1.      Bagaimana Proses urutan pelaksanaan perjanjian kredit pemilikan rumah di PT. Bank Danamon Indonesia cabang semarang?
2.      Bagaimana Bentuk Penyelesaian apabila terjadi wanprestasi dalam perjanjian kredit rumah PT. Bank Danamon Indonesia cabang
C.        Batasan Masalah
Supaya pembahasan tidak terlalu melebar, Pada makalah ini penulis hanya membatasi pada sumber yakni Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan UU KUH Perdata.


BAB II
PEMBAHASAN
A.        Tinjuan Yuridis
Menurut pasal 1354 UU KUH Perdata menyatakan bahwa “Pinjam meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakanganan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”. Meskipun pinjaman kredit tidak diatur secara khusus dalam UU KUH Perdata, tetapi dalam membuat perjanjian kredit tidak boleh bertentangan dengan asas atau ajaran umum yang terdapat dalam KUH Perdata seperti yang ditegaskan bahwa semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama khusus tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam KUH Perdata.

Mengenai pembakuan bentuk draft isi perjanjian kredit, antara bank sendiri belum terdapat kesepakatan. Namun mengenai isi perjanjian kredit seperti dikemukakan dalam oleh Hasanuddin,² pada pokoknya selalu memuat hal-hal berikut :
a.         Jumlah maksimum kredit yang diberikan oleh bank kepada debiturnya.
b.         Besarnya bunga kredit dan biaya-biaya lainnya.
c.         Jangka waktu pembayaran kredit.
d.         Ada dua jangka waktu pembayaran yang digunakan, yaitu jangka waktu angsuran biasanya secara  bulanan dan jangka waktukredit.
e.         Cara pembayaran Kredit
f.          Klausula Jatuh Tempo
g.         Barang pinjaman kredit dan kekuasaan yang menyertainya serta persyaratan penilaian jaminan, pembayaran pajak dan asuransi atas barang jaminan.
h.         Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh debitur, termasuk hak bank untuk melakukan pengawasan dan pembinaan kredit.
i.          Biaya akta dan biaya penagihan hutang yang juga harus dibayar debitur

B.        Berakhirnya Perjanjian Kredit
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (11) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, perjanjian kredit dibuat secara kontraktual berdasarkan pinjam-meminjam yang diatur dalam Buku III Bab 13 KUH Perdata. Oleh karena itu, ketentuan mengenai berakhirnya perikatan dalam Pasal 1381 KUH Perdata berlaku juga untuk perjanjian kredit.Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka perjanjian kredit
bank berakhir karena peristiwa-peristiwa berikut:
a.         Pembayaran
Pembayaran (lunas) ini merupakan pemenuhan prestasi dari debitur,baik pembayaran hutang pokok, bunga, denda maupun biaya-biaya lainnya yang wajib di bayar lunas oleh debitur.
b.         Subrogasi
Subrogasi oleh Pasal 1400 KUH Perdata disebutkan sebagai penggantian hak-hak si berutang oleh seorang pihak ketiga yangmembayar kepada si berpiutang.
c.         Novasi
Novasi yakni Pembaharuan hutang atau novasi di sini adalah dibuatnya suatu perjanjian kredit yang baru untuk atau sebagai pengganti perjanjian kredit yang lama. Sehingga dengan demikian yang hapus/berakhir adalah perjanjian kredit yang lama.
d.         Kompensasi
Pada dasarnya kompensasi yang dimaksudkan oleh Pasal 1425 KUH Perdata, adalah suatu keadaan di mana dua orang/pihak saling berutang satu sama lain, yang selanjutnya para pihak sepakat untuk mengkompensasikan hutang-piutang tersebut, sehingga perikatan hutang tersebut menjadi hapus.

C.        Jual Beli

Unsur-unsur pokok (essentialia) perjanjian jual beli adalah barang dan harga. Sesuai dengan asas konsesualisme yang menjiwai hukum perjanjian perdata, perjanjian jual beli itu sudah lahir pada detik tecapainya sepakat mengenai barang dan harga.Begitu kedua belah pihak sudah setuju tentang barang dan harga,maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah. Sifat konsesuil daripada jual beli ini ditegaskan dalam Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi:

“Jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”

Untuk terjadinya perjanjian jual beli ini, cukup jika kedua belah pihak sudah mencapai persetujuan tentang barang dan harga. Si penjual mempunyai dua kewajiban pokok, yaitu :
1.         Pertama menyerahkan barangnya serta menjamin si pembeli
dapat memiliki barang itu dengan tentram
2.         bertanggung jawab terhadap cacat-cacat yang tersembunyi. Kewajiban si pembeli membayar harga dan ditempat yang telah ditentukan. Barang harus diserahkan pada waktu perjanjian jual beli ditutup dan di tempat barang itu berada.

D.        Wanprestasi dan Akibat Hukumnya

Prestasi atau yang dalam Bahasa Inggris disebut juga dengan istilah “performance”, dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengingatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan “term” dan “condition” sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.

Sementara itu, dengan wanprestasi (default atau non fulfilment, ataupun yang disebutkan juga dengan istilah breach of contract), yang dimaksudkan adalah tidak dilaksanakan prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu sepertiyang dimaksudkan dalam kontrak yang bersangkutan.Ada berbagai model bagi para pihak yang tidak memenuhi prestasinya, walaupun sebelumnya sudah setuju untuk dilaksanakan. Modelmodel wanprestasi tersebut adalah sebagai berikut :

a. Wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi
b. Wanprestasi berupa terlambat memenuhi prestasi;
c. Wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi;
d. Wanprestasi melakukan sesuatu yang oleh perjanjian tidak boleh
dilakukan

Ada empat akibat wanprestasi terhadap perjanjian kredit yang akan diadakan, yaitu sebagai
berikut:
a.         Perikatan tetap ada
Kreditur masih dapat memenuhi kepada debitur pelaksanaan prestasi, apabila ia terlambat memenuhi prestasi. Di samping itu, kreditur berhak menuntut ganti kerugian akibat keterlambatan melaksanakan prestasinya. Hal ini disebabkan kreditur akan mendapat keuntungan apabila debitur melaksanakan prestasi tepat pada waktunya.
b.         Debitur harus membayar ganti kerugian kepada kreditur (Pasal 1243 KUH
Perdata).
c.         Beban risiko beralih untuk kerugian debitur,
jika halangan itu timbul setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesengajaan atau kesalahan besar dari pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untu berpegang pada keadaan memaksa.
d.         Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan Pasal 1266 KUH Perdata.

A.        Proses urutan pelaksanaan perjanjian kredit pemilikan rumah di PT. Bank Danamon Indonesia cabang semarang

 Berdasarkanpembahasan, proses pemberian kredit di PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk. Cabang Semarang Pemuda adalah melalui tahapan yang harus diselesaikan melalui kantor PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk Kanwil 7 Semarang.Dalam memasarkan produknya, PT. Bank Danamon Indonesia(Persero), Tbk. mempunyai pedoman yang biasa disebut target market and competitive environment, yaitu :

1. Target Customer
Yaitu individu yang sedang mencari rumah baru atau bekas atau menjaminkan rumah yang ada untuk memperluas kebebasan finansialnya. Adapun kriterianya adalah :
a.         Harus berkewarganegaraan Indonesia
b.         Umur, minimum umur 21 tahun, maksimim umur pada saat kredit
lunas 60 tahun, untuk 55 tahun masih dapat diberikan kredit dengan ketentuan masih memiliki penghasilan per bulan dan ada asuransi jiwa kredit yang masih dapat diterima oleh perusahaan asuransi
c.         Total pengalaman kerja
1. Fixed Income Earner (FIE) : 2 tahun sebagai karyawan tetap
                        2. Profesionals : 3 tahun berturut-turut bergerak di bidang bisnis yang sama
d.         Tidak tercantum sebagai debitur yang menunggak baik di BDI
maupun di bank lain, diubuktikan dengan hasil BI cheking

            2.         Target Market untuk type property
a. Berada di lingkungan perumahan, baik rumah baru, bekas, ruko ataupun apartemen
b. Untuk KPR indent atas Rumah dan Toko (Ruko) hanya dapat
diproses dengan developer yang bekerjasama dengan BDI

Kriteria jaminan yang dapat diterima oleh bank adalah yang berkaitan dengan lokasi perumahan yang dibeli oleh calon nasabah terletak di area perumahan/real estate ataupun di luar real estate. Produk (KreditPemilikan Rumah Bank Danamon Indonesia (KPR BDI) bertujuan untuk membeli rumah baru atau rumah bekas, apartemen, ruko dan akan menjadi jaminan bank Status kepemilikan rumah yang yang diterima sebagai jaminan PT.Bank Danamon Indonesia (Persero), Tbk. adalah berupa:
a.         Hak Milik
b.         Hak Guna Bangunan
c.         Hak Guna Bangunan Diatas Pengelolaan Lahan
d.         Strata Title (SHM atas Satuan Rumah Susun) untuk apartemen dengan ketentuan sertifikat harus sudah atas nama debitur.

Selanjutnya dalam memeberikan persetujuan Kredit Pemilikan Rumah, pihak bank juga harus memperhatikan type property yang tidak dapat di biayai (unfavorable), yaitu :

1. Daerah yang akan terkena pelebaran jalan
2. Jalur hijau
3. Tanah rawa
4. Tanah dalam perkara
5. Property untuk tujuan spekulatif
6. Dibawah tegangan tinggi
7. Dekat pemakaman atau tempat perabukan
8. Rumah tusuk sate
9. Tanah kosong dan villa

Apabila telah dicapai kesepakatan, maka langkah selanjutnya debitor mengasuransikan diri dengan asuransi jiwa kredit dan asuransi kebakaran, setelah diperoleh polish asuransi, langkah selanjutnya adalah penandatanganan Surat Penawaran (Offering Letter) oleh nasabah. Recovery Officer (RO) merekomendasikan Surat Penawaran tersebut kepada petugas bagian Credit Suport Administration (CSA) yang kemudian diteruskan kepada Pimpinan Cabang (Pinca) untuk ditandatangani oleh Pimpinan Cabang.Pembuatan dan penandatangan perjanjian Kredit Pemilikan Rumah(KPR) dilaksanakan dibawah tangan diteruskan dengan dibuatnya akta Jual Beli di hadapan PPAT disertai dengan pengikatan jaminan oleh Notaris/ PPAT dengan dibuatnya Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan (SKMHT) yang merupakan kuasa pemasangan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).

Pada dasarnya dalam suatu perjanjian Kredit Pemilikan Rumah(KPR), debitor tidak mempunyai rumah. Adapun perjanjian kredit tersebut dilakukan untuk memperoleh rumah, yang nantinya rumah tersebut menjadi jaminan kredit yang diajukan debitor. Dengan demikian pada saat debitor mengajukan kredit dan menanda-tangani perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR), debitor belum mempunyai jaminan apapun.Berdasarkan hasil penelitian, praktek pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada Bank Danamon Indonesia Cabang Semarang Pemuda, pihak bank selaku kreditor baru akan melaksanakan penandatanganan perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) setelah mendapat Surat Keterangan (covernote) dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang membuat Akta Jual Beli antara debitor dengan pihak penjual.

Covernote yang dimaksud berisi bahwa objek tanah yang akan menjadi jaminan perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) telah beralih kepada debitor dan sedang dalam proses balik nama pada kantor pertanahan setempat. Atas dasar itu, selanjutnya pihak bank selaku kreditor baru akan melaksanakan penandatanganan perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan calon debitor yang sekaligus dilanjutkan dengan pencairan dananya.

Sementara itu Bank Danamon Indonesia juga mewajibkan nasabah penerima fasilitas Kredit Pemilikan Rumah tersebut dengan bukti pembayaran uang muka pembelian tanah dan rumah yang akan dijaminkan berupa kwitansi pembayaran uang muka minimal sebesar 30 % dari harga
jual beli yang telah disepakati.Kredit yang dicairkan tersebut untuk selanjutnya di transfer kepada pihak ketiga, dalam hal ini pihak penjual oleh bank berdasarkan surat kuasa untuk mentransfer dari debitor kepada bank.

Apabila dilihat dari bukti tertulis (sertipikat) yang menyatakan bahwa tanah obyek Jual Beli dan selanjutnya menjadi jaminan kredit telah beralih kepada pihak debitor, maka sebetulnya obyek tanah tersebut beluberalih ke atas nama debitor. Hal ini dikarenakan pada saat penandatanganan perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sertipikat haatas tanah yang akan menjadi jaminan tersebut masih dalam proses balik nama ke atas nama pembeli selaku debitor pada kantor pertanahan setempat.

Selanjutnya setelah perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ditanda-tangani, maka dilanjutkan dengan pemberian Hak Tanggungan oleh debitor kepada pihak bank selaku kreditor. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUHT pengertian Hak Tanggungan adalah :
“Hak Tanggungan adalah hak atas tanah beserta benda-benda yang
berkaitan dengan tanah yang selanjunya disebut Hak Tanggungan,
adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah yang
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan
tanah-tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan diutamakan kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor
lainnya”

Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan diharapkan akan memberikan suatu kepastian hukum tentang pengkatan jaminan dengan tanah berserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut sebagai jaminan yang selama ini pengaturannya selama ini menggunakan ketentuan-ketentuan Creditverband dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), termasuk perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang jaminannya berupa hak atas tanah.

Hak Tanggungan yang diatur dalam UUHT pada dasarnya adalah hak tanggungan yang dibebankan pada hak atas tanah. Namun, pada kenyataannya seringkali terdapat benda-benda berupa bangunan, tanaman dan hasil karya yang secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan turut pula dijaminkan. Sebagaimana diketahui bahwa Hukum Tanah Nasional didasarkan pada hukum adat, yang menggunakan asas pemisahan Horizontal, yang menjelaskan bahwa setiap perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda tersebut.

Penerapan asas tersebut tidak mutlak, melainkan selalu menyesuaikan dan memperhatikan dengan perkembangan kenyataan dan kebutuhan dalam masyarakat. Sehingga atas dasar itu UUHT memungkinkan dilakukan pembebanan Hak Tanggungan yang meliputi benda-benda diatasnya sepanjang benda-benda tersebut merupakan satu kesatuan dengan tanah bersangkutan dan ikut dijadikan jaminan yang dinyatakan secara tegas dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).
           
           
Hak Tanggungan membebani secara utuh obyek Hak Tanggungan dan setiap bagian darinya. Dengan telah dilunasinya sebagian dari hutang yang dijamin hak tanggungan tidak berarti terbebasnya sebagian obyek hak tanggungan beban hak tanggungan, melainkan hak tanggungan
tersebut tetap membebani seluruh obyek hak tanggungan untuk sisa hutang yang belum terlunasi.

Dengan demikian, pelunasan sebagian hutang debitor tidak menyebabkan terbebasnya sebagian obyek hak tanggungan. Menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan dijelaskan bahwa hak tanggungan sifat tidak dapat dibagi-bagi (ondeelbaarheid). Sifat tidak dapat dibagi-bagi ini dapat disimpangi asalkan hal tersebut telah diperjanjikan terlebih dahulu dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).

B.        Penyelesaian apabila terjadi wanprestasi dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk.Cabang Semarang Pemuda
           
Dalam Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan dijelaskan bahwa sebagai bukti adanya hak tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertipikat hak tanggungan. Hal ini berarti sertifikat hak tanggungan merupakan bukti adanya hak tanggungan.Oleh karena itu maka sertipikat hak tanggungan dapat membuktikan sesuatu yang pada saat pembuatannya sudah ada atau dengan kata lain yang menjadi patokan pokok adalah tanggal pendaftaran atau pencatatanya dalam buku tanah hak tanggungan.

Adapun mengenai perlindungan hukum bagi kreditor sebagai pemegang Hak Tanggungan adalah adanya ketentuan Pasal 6 Undangundan Hak Tanggungan yang mengatur bahwa kreditor dapat menjual lelang harta kekayaan debitor dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut apabila debitor cidera janji.

Bank selaku kreditor pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum. Eksekusi jaminan secara langsung melalui lelang ini merupakan salah satu daya tarik Undang-undang Hak Tanggungan karena prosesnya jauh lebih cepat dibandingkan dengan proses eksekusi pada umumnya.

Adapun dalam ketentuan Pasal 20 Undang-undang Hak Tanggungan dikemukakan tiga (3) jenis eksekusi Hak Tanggungan yaitu:

1.         Apabila debitor cidera janji, maka kreditor berdasarkan hak pemegang Hak Tanggungan Pertama dapat menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan, obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum;
2.         Apabila debitor cidera janji, berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Ayat (2) Undang-undang Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum
3.         Atas kesepakatan pemberi dan pemenang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian akan diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan

Tanggungan ini dimaksudkan untuk melaksanakan penjualan dibawah tangan, sehingga kreditor pemegang Hak Tanggungan dapat langsung melakukan eksekusi terhadap jaminan tersebut.








BAB III
PENUTUP

A.        Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan:
1.         Praktek pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada Bank Danamon Indonesia Cabang Semarang Pemuda, pihak bank selaku kreditor baru akan melaksanakan penandatanganan perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) setelah mendapat covernote dari Notaris/PPAT yang membuat Akta Jual Beli antara debitor dengan pihak lain (ketiga). Covernote yang dimaksud berisi bahwa objek tanah yang akan menjadi jaminan perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) telah beralih kepada debitor dan sedang dalam proses balik nama pada kantor pertanahan setempat. Atas dasar itu, selanjutnya pihak bank selaku kreditor baru akan melaksanakan penandatanganan perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan calon debitor yang sekaligus dilanjutkan dengan pencairan dananya

2.         Penyelesaian kredit macet oleh Bank Danamon Indonesia Cabang Semarang Pemuda merupakan upaya penyelesaian kredit yang dilakukan oleh bank terhadap debitor yang usahanya tidak mempunyai prospek lagi atau debitor mempunyai itikad tidak baik sehingga tidak dapat direstrukturisasi. Apabila setelah bank berusaha melalui upaya prefentif namun akhirnya kredit yang telah dikeluarkannya menjadi kredit yang bermasalah, maka bank akan menggunakan upaya represif. Upaya-upaya represif yang mula-mula akan dilakukan ialah melakukan upaya penyelamatan kredit.


[1] Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 2001, hal. 36
[2] R. Setiawan, Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, Bina Cipta, Bandung, 1987, hal. 49 
Share this post :

+ Curhat yuk + 1 Curhat yuk

14 Agustus 2019 pukul 05.03

?Halo, saya Nyonya Christy Morris, pemberi pinjaman pribadi memberikan kesempatan pinjaman seumur hidup. Apakah Anda memerlukan pinjaman untuk melunasi utang Anda dengan segera atau Anda membutuhkan pinjaman untuk meningkatkan komersial Anda? Apakah Anda telah ditolak oleh bank dan lembaga keuangan lainnya? Kami memberikan pinjaman kepada individu yang membutuhkan bantuan finansial, yang memiliki utang macet atau butuh uang untuk membayar tagihan, kami memberikan pinjaman dengan bunga rendah 2%. Saya ingin menggunakan media ini untuk memberi tahu Anda bahwa kami memberikan bantuan yang dapat dipercaya dan diuntungkan dan akan bersedia menawarkan Anda pinjaman. Jadi hubungi kami hari ini melalui e-mail di: (christymorrisloanfirm@gmail.com)

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2014. Komando Strategi Mahasiswa Merdeka (KOSTUM MERDEKA) - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger