Resume
Pengantar Teori-Teori Pemahaman Kontemporer
HERMENEUTIKA
Wacana Analitis, Psikososial dan Ontologis
Pendahuluan :
Asal-Usul Masalah :
Banyak orang berpandangan bahwa
Herneutika sebagai Subdisiplin Teologi, arti awal yang pertama kali Muncul
dalam bahasa inggris sebagai tulisan OXFORD
English Dictionary Edisi 1937 yaitu “seseorang Mengizinkan sendiri Hak-Hak
tersebut (otentikasi dan Tafsiaran Teks, Peny)
Pengaruh Kant terhadap perkembang Hermeneutika.
Pertanyaan kant tentang
krmunculan pengetahuan, Sekali pun Muncul pengetahuan andalan, syarat-syarat
apa saja yang diperlukan bagi kemunculannya..? Dua ciri Jawabannya sangat
menentukan Hermeneutika Kontemporer. Pertama
adalah peran yang diberikan Kepada ilmu-ilmu alam dalam Epistemologi, Kedua adalah kajian tentang cara mencari tahu dimana
subyek dan obyek berfungsi dalam pengetahuan.
Kant mengatakan dalam karyanya “Critique of pure Reason” ia menyebutkan
Galileo, Torricelli dan Stahl serta mengatakan mereka adalah murid-murid alam”
…” belajarlah bahwa akal hanya memahami apa yang dihasilkannya menurut
suatu rencana yang dibuatnya sendiri, dan dan bahwa ia tidak harus membiarkan
dirinya terjerat dalam benang-benang alam, tetapi harus menunjukkan sendiri
jalan dengan prinsif-prinsif penialaian berdasarkan hukum yang pasti, dengan
mendesak alam untuk memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang
ditentukan akal sendiri.
…. [Akal harus memainkan peran] sebagai seorang hakim yang ditunjuk
untuk memaksa saksi menjawab pertanyaan yang telah dirumuskannya.
…Demikianlah, studi tentang alam memasuki jalan yang aman dalam suatu
ilmu, setelah sekian abad lebih hanya sebagai suatu proses yang serba coba-coba
(kant 1968, 20-21)
“Subyek” dalam konteks ini orang
yang selalu tahu-diri sendiri, ego, atau kesadaran- yang mencari pengetahuan
tentang realitas “Obyek” disini berate realitas yang dikehuai-sesuatu bukan
diri pada tingkat tertentu atau lainnya yang menyinggung subyek dan memasok
materi untuk pengetahuan. Hubunganantara subyek dan obyek adalah suatu proses
bergerak menjadi suatu sintesa teratur yang disebut “mengetahui tentang
sesuatu”. Dalam sintesa ini, Subyek dan Obyek memainkan peran yang ditegaskan
dengan jelas.
Subyek- sebgaimana diartikan Kant
sebgai hakim yang memiliki “aturan-aturan yang harus saya andaikan sebagai ada
didalam diri saya sebelum obyek diberikan kepada saya dan, karenanya saya
menjadi a priori (1968 : 23)
“segala sesuatu didalam diri
sendiri pastilah penting-terlepas dari pemahaman apa pun yang mereka ketahui
sesuai dengan hukum-hukumnya sendiri. Akan tetapi, penampilan hanyalah
Reprensentasi sesuatu yang tidak diketahui yang berkenaan dengan apa yang
mungkin ada dalam diri mereka sendiri. Sebagai sekedar refrentasi, semuanya
merupakan subyek yang itu tidak tunduk pada hukum apapun, kecuali hubungan
kemampuan yang telah ditentukan” (Kant, 1968 : 172)
Peran Dilthey.
Auguste Comte mengatakan dalam karyanya “Cours de philosophie (1930)” : seperti halnya hukum-hukum yang
ditemukan dalam intekrasi elemen-elemen dalam alam, maka dengan metode yang
sama, hukum-hukum itu juga dapat ditemukan itu juga dapat ditemukan bagi
intekrasi masnusia dalam masyarakat. Fisika tentang Gerakan-Gerakan mekanik
yang tidak ada dalam system non manusia akan dilengkapi dengan “fisika sosial”
manusia. Dengan adanya kelengkapan hal ini, perpaduan “system filsafat Modren
sesungguhnya akan lebih Sempurna (Comte, 1896 I:6).
“Seluruh gejala Masyarakat adalah
gejala watak manusia yang didorong oleh tindakan diluar lingkungan manusia; dan
karenanya, jika gejala pemikiran, perasaan,dan tindakan manusia tunduk pada
hukum-hukum yang pasti, maka gejala masyarakat, tidak dapat tidak, harus sesuai
dengan hukum-hukum yang pasti pula, konsekuensi dari pandangan sebelumnya”
(Mill, 1884 : 607)
“hukum-hukum ini hanya dapat ditemukan manakala karakter yang hidup dari
kesan kita tentang alam, kesinambungan yang kita rasakan dengannya, karena kita
sendiri bersifat alami, dan perasaan hidup yang kita gunakan untuk
menikmatinya, tumbuh mundur dibalik suatu konsep abstrak menurut hubungan
ruang, waktu,massa dan gerak. Seluruh momen ini bekerjasama unutk
mengesampingkan realitas manusia sendiri, agar dapat merekontruksi kesan tentang
obyek besar, alam-suatu tatanan yang sesuai dengan hukum-hukum [Dilthey,
1914-VII : 82 :83]
“Humaniora dibedakan dari ilmu-ilmu alam, karena ilmu-ilmu alam
mempunyai obyek bentuk-bentuk yang muncul pada kesadaran sebagai sesuatu yang
berasal dari luar, sebagai gejala dan secara khusus sebagai sesuatu yang
diterima dengan sendirinya. Sebaliknya, humaniora obyeknya muncul dari dalam,
sebagai suatu realitas dan sebagai suatu orisinalitas yang hidup.karena itu,
bagi ilmu-ilmu alam, keteraturan alam dapat dicapai hanya melalui suatu
pergantian kesimpulan dengan menghubungkan berbagai hipotesa. Sebaliknya bagi
humaniora, keterkaitan kehidupan psikis detentukan sebagai dasar yang umu dan
orisinal. Alam kita eksplanasi, kehidupan jiwa kita pahami [Dilthey 1914, V :
143-144].
“keterkaitan pengalaman dalam realitas konkretnya terletak dalam
kategori makna. Kesatuan ini dibawa dalam ingatan kita dengan jalan mengalami
atau dialami kembali. Dan makna ini tidak berada dalam satu titik diluar
pengalaman. Agaknya, makna ini pada dasarnya terkadang didalam hubungan
pengalaman-pengalaman [Dilthey 1914, VII : 237]”
“bukanlah system pengaturan ahistoris yang mensintesakan kesan-kesan
cultural kedalam pengalaman : kategori pemahaman ini bersumber dari
pasang-surut dan arus kehidupan itu sendiri. Ia mencakup ingatan-ingatan khusus
tentang berbagai hal dan peristiwa dalam sejarah seseorang. Tidak ada titik
transcendental yang dapat digunakan untuk memandang gejala manusia”.
“pengalaman kita tentang kehidupan hamyalah tetap suatu perkiraan;
bahwa kehidupan kita mengungkap sisi-sisi yang sangat berbeda pada kita sesuai
dengan sudut pandang tempat kita memandang rangkaiayannya dalam waktu. Hal itu
disebabkan oleh hakikat pemahaman maupun oleh kehidupan [Dilthey, 1961:109].
“syarat-syarat umum dan instrument-instrumen epistemologis, harus
menghadirkan karakteristik yang serupa [dilthey, 1972 : 231-232]”.
…”kita disini akan memaparkan pengetahuan sebagai gejal… Gejala
pengetahuan dapat dipandang sebagai
jalan jiwa yang mengarungi perwujudannya sendiri, sebagai
langkah-langkah yang ditetapkan oleh fitrahnya sendiri, agar ia memiliki
kejelasan kehidupan spiritual ketika melalui pengalaman lengkap tentang
dirinya, ia tiba pada pengetahuan tentang apa yang ada dalam dirinya [hegel,
1931 : 135]”.
[apa] yang pertama kalinya muncul sebagai obyek reduksi, ketika sampai
pada kesadaran, dimana ia harus menjadi pengetahuan, dan sifat implicit yang
realitas dalam dirinya, menjadi entitas ini untuk kesadaran. Yang terakhir ini
adalah obyek baru, yang kemudian juga muncul sebagai modus atau perwujudan baru
dari kesadaran, yang esensinya lain dari esensi modus sebelumnya. Lingkungan
inilah yang melancarkan seluruh keberhasilan modus atau sikap kesadaran dalam
kebutuhannya sendiri. Hanya kebutuhan ini asalnya obeyek baru-yang menghadirkan
diri pada kesadaran tanpa kesadaran pengetahuan tentang bagaimana ia ada karena
bagi kita prose situ harus dilihat sebgai terusan berlangsung katakanlah
dibelakangnya (bagi) dirinya apa yang sebenarnya muncul hanya sifat obyek
sementara bagi kita, ia muncul pada saa yang sama sebagai suatu proses dan ada
disana (Hegel : 1831:144)
“Hubungan-hubungan dalam suatu kehidupan hanya dapat dipahami melalui
makna bagian-bagian individu yang digunakan untuk memahami keseluruhan dan
setiap bagian kehidupan manusia hanya dapat dipahami dengan cara yang sama”
{Dithe 1961:105)
“adalah hal yang biasa bahwa dalam humaniora kesatuan kehidupanmanusia
dijadikan titik-tolak bagiseluruh hubungan antara hal-hal yang khusus dengan
hal-hal yang umum. Pengalaman dasar suatu komunitaskhusus dapat digunakan untuk
memahami dunia cultural. Dalam pengalaman dasar ini terpadu kesadaran tentang
kesatuan diri dan kesadaran tentang kesamaan yang lain, kesamaan sifat manusia
dengan sifat individu. Ini yang merupakan pra- anggapan tentang pemahaman.
Interprestasi dasar hanya dimulai dengan pengenalan makna kata-kata dan cara
dimana kata-kata itu dikombinasikan untuk dijadikan kalimat sesuai dengan
aturan-aturan agar dapat melahirkan suatu makna dengan kata lain, dimulai
dengan bahasa dan pikiran yang umum cakupan dari apa yang bersifat umum ini,
dapat memungkinkannya pemahaman yang luas (Dilthe : 1914. VII : 141).
TENTANG POSITIVISME
LOGIS
Munculnya pertama kali pada
logika-logika ilmu fisika, pada tahun 1895 oleh Ernst Moch guru besar filsafat
induksi di Universitas Vecnna. Pada tahun 1922 posisi itu digantungkan Moritz
Achlik yang sebelumnya adalah Murid Max Planek pada tahun 1929 “ A scientific
conception of the word The Vienna Circle” (suatu konsfsi Ilmiah tentang Dunia
Lingkaran Vienna)
“meneliti struktur logis pengetahuan ilmiah adalah meneliti
hubungan-hubungan logis dari berbagai konsef dan posisi Ilmu ini adalah suatu
jenis Penelitian, Analisis Logis atas berbagai Konsef, Proposisi Bukti,
Hypotesis, Teori Ilmu, Yang merupakan Epistemologis, Bahkan Filsafat Pada
Umumnya (kraf. 1953 : 26)
“orang tidak dapat diam-diam setuju dalam sistem-sistem Konseftual
Fisika, Biologi, Psikologi, sosiologis dan sejarah, seolah-olah dalam tiap-tiap
ilmu ini digunakan bahasa yang unik…. Berbagai hukum dan Konsef dalam Ilmu-Ilmu Tunggal dan semua
itu tidak dapat dijajarkan tanpa berhubungan, mereka harus merupan suatu Ilmu
terpadu dengan satu konseftual (suatu system yang lazim bagi seluruh jenis
ilmu) mengandung berbagai konseftual dari ilmu-ilmu yang dinialai secara
Individual Sebagai anggotanya dan Bahasa Sebagai Sub Bahasa (Kraf, 1953 :
160-161)
Dalam Retropeksi, nyaris
kelihatan menjadi suatu ironi bahawa formulasi teori eksplanasi positivistic
yang paling sempurna dan paling jelas harus dinyatakan dalam hubungannya dangan
teori itu, yakni sejarah (von wright, 1971 : 10 : 11)
Dalam suatu konflik bersenjata, keunggulan sumber daya manusia dan
sumber daya material dapat menjamin kemenangan. Hempel mengakui bahwa sedikit
sekali sejarah yang sesungguhnya ditulis dengan tingkat ketetapan ini dan
karenanya itu, kebanyakan tulisan sejarah seharusnya disebut sebagai
“sketsa-sketsa Eksplanasi” dari pada Eksplanasi itu sendiri ( Hempel 1949 :
465)
Dalam terminology verstahen (menahan) menunjukkan posisi mereka yang
mengklaim bahwa ilmu sosial dan harus menggunakan pengalaman bathin sendiri…..
ia harus menggunakan metode introspeksi diri dan empati, yang umumnya sama
sekali tidak berhubungan dengan prosudur-prosudur Ilmu alam (R. abel, 1976 08)
Akantetapi, harus dikatakan kontribusi filsafat analitis pada
metodologi dan filsafat ilmu. Hingga kini masih dominan dalam semangat
positivism. Hal itu terjadi bila “pisitifisme” tunggal, kesempurnaan matematis
yang ideal dan suatu pandangan teoritik sub-golongan tentang eksplanase Ilmiah
(von. Wright, 1971 : 9)
Jika filsafat mengakui bahwa prinsif-prinsif displin sosial (atau
secara lebih realitas, dapat menjadi) maka masalah-masalah filsafat ilmu sosial
adalah masalah semua ilmu…. Bahwa jawaban pertanyaan ini dan
pertanyaan-pertanyaan lain, yang berhubungan pada dasarnya sama. Entah kita
mengkaji bindang-bintang atau tikus atau masnusia adalah suatu upaya
mempertahankan visi (pencerahan) abad 18 (Brobeck, 1968 1-2)