Oleh Ali Zubeir Hasibuan
Bila
berbicara Pancasila sebagai landasan dasar ideologi kebangsaan maka mengantarkan
kita kepada ideologi negara yang
merupakan tujuan bersama dalam menyelenggarakan negara. Ideologi dalam
menjalankan negara tercantum pada pembukaan UUD 1945. Dimana dalam rangka
mewujudkan tujuan menyelenggarakan negara itu diaturlah suatu landasan dasar
atau hukum dasar yang disebutkan dalam pasal-pasal undang-undang dasar 1945.
Jika
kita membaca dari pasal satu sampai pasal terakhir Undang-undang dasar 1945
yang lama dan amandemennya masih terkandung prinsip-prinsip Pancasila. Lantas
kapan hukum sebagai alat merekayasa sosial digunakan untuk merekayasa
keberpihakan hukum terhadap ideologi diluar ideologi Pancasila? Hal inilah yang
perlu kita gali bersama-sama.
Setelah
ditentukan dasar dan tujuan negara, Melihat kondisi negara pada saat itu belum
siap mengatur dan merumuskan undang-undang yang mengatur pelaksanaan negara
secara teknis sampai sedetailnya. Maka pemerintah Indonesia membuat
undang-undang yang menyatakan berlakunya hukum sebelumnya. Maka dengan adanya
undang-undang yang memberlakukan hukum sebelum nya, maka berlaku pula hukum
Belanda yang berpihak kepada rakyat Liberal. Sementara jelas kita tahu bahwa
semenjak tahun 1987 Belanda merubah sistem hukum keperdataannya lebih kepada
sistem hukum keperdataan yang mengamat sistem liberal. Hal ini tentu
bertentangan dengan rumusan tujuan penyelenggaraan NKRI yang tercantum dalam
pembukaan negara, karena jelas, Menurut Van Vollen Hoven bahwa “ penerapan
sistem hukum keperdataan yang menganut sistem liberal, tidaklah bertujuan
mensejahterakan rakyat, akan tetapi hanya untuk membuka seluas-luasnya
kompetisi antar pemodal swasta”.
Kemudian
setelah diberlakukannya hukum yang menganut sistem liberal itu pada tahun 1961
diundangkan juga undang-undang pokok agraria yang disesuaikan dengan kebutuhan
hukum perdata yang telah dinyatakan berlaku sebelumnya, dimana salah satu kesalahannya
adalah didalam UUPA menyatakan hak kepemilikan tertinggi atas tanah adalah Hak
milik. Dengan berlakunya undang-undang ini maka batal pulalah apa yang disebut
didalam pasal 33 UUD 1945 yang menyatakan bumi, air dan segala yang terkandung
didalamnya dikuasi oleh negara untuk dipergunakan sebesar-besar untuk kesejahteraan
rakyat.
Negara
semakin lemah, ketika hak-hak individu atas Bumi, air dan yang terkandung
didalamnya sudah diterbitkan. Hak-hak yang diterbitkan tersebut melemahkan hak
negara atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, Selama belum
ada pembatalan dari Pengadilan Administrasi Negara, Siapapun penyelenggara
negaranya, Tidak bisa berbuat apa-apa jika masih mengakui NKRI sebagai negara
hukum. Lemahnya negara dihadapan hak-hak yang diterbitkan, Maka sebagian besar
rakyat akan sengsara. Sementara bagi rakyat yang sudah diterbitkan haknya maka
akan sejahtera, karena dengan haknya atas tanah sudah bisa menyentuh institusi
kapital.
Kemudian
pemerkosaan Liberalisme dan Neoliberalisme terhadap Pancasila semakin menjadi
pada tahun 1980 dan 1990. Dimana untuk mendukung dan penguatan pengaruh hak
kepemilikan Individu atau badan hukum didalam institusi capital, maka dibuatlah
suatu peraturan penyediaan lahan untuk modal asing pada tahun 1981. Yang
belakangan melebur menjadi undang-undang penenaman modal asing. Setelah hak
kepemilikan individu sudah memiliki landasan yang kuat didalam Institusi
Kapital. Maka dibuatlah undang-undang persaingan usaha, dimana tujuannya
kompetisi antara pemegang hak atas benda bergerak dan tidak bergerak, baik
pribumi maupun asing, boleh berkompetisi secara bebas.
Akibatnya,
hak kepemilikan negara terhadap bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya melemah. Hal ini terjadi karena Negara tidak bisa bertindak
semena-mena atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya apabila
sudah menerbitkan hak kepemilikan individu dan atau badan hukum. Kemudian dari
itu, melemahnya negara turut juga dipengaruhi oleh hak kepemilikan individu dan
atau badan hukum yang menyatu didalam Institusi Kapital. Dimana hak kepemilikan
individu atau badan hukum tersebut, dapat berpindah bebas dari individu yang satu
ke individu yang lain atau dari badan hukum kesatu ke yang lainnya, baik asing
maupun pribumi didalam institusi kapital. Hal ini, juga dapat melemahkan kekuasaan
Negara atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya.
Ketika
kekuasan Negara sudah lemah, tentu Pancasila itu hanya tinggal pajangan.
Lambang Negara itu, tinggal Burung Garuda yang bersayapkan liberalisasi di kiri
dan Neoliberalisme dikanan, sedangkan tubuhnya penuh dengan kesengsaraan rakyat.
Yang merupakan kaum menengah kebawah dari berbagai sektor, Mulai dari Petani,
Nelayan, Buruh, dan kaum miskin kota.
Pada
saat-saat seperti ini tidak semestinya pemerintah mengambil langkah penambahan
beban hutang Negara terhadap Institusi Kapital. Dimana didalam instusi tersebut
bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya yang merupakan kekuasaan
atau milik Negara secara bebas diperdagangkan.
Langkah-langkah
yang semestinya diambil Pemerintah adalah Penguatan kepemilikan negara atas
bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalam secara kongkrit,
sebagaimana yang diamanatkan Pancasila dan UUD 1945. Karena bila kita
mengevaluasi semenjak Regulasi Kebebasan memperdagangkan hak milik individu
atau badan hukum diterbitkan. Sudah yang ketiga kali ekonomi negara kita,
dipermainkan demi keuntungan institusi Kapital yang dihisap dari kekayaan alam
yang terkandung didalam tanah air Indonesia itu sendiri. Sementara bangsa kita
yang merupakan tanggung jawab negara untuk mensejahterakannya masih jauh dari
tingkat kesejahteraan rata-rata yang semestinya.
Dalam
hal mencapai tujuan negara yang tercantum didalam pembukaan Undang-undang Dasar
1945, Pemerintah harus yakin 100%, bahwa seluruh Bangsa Indonesia yang
dijadikan sebagai Partner kerjasama yang kuat, bukan institusi kapital yang
dikendalikan secara global dengan sistem liberal atau Neoliberal. Sementara
sistem dalam membangun kerjasama dengan seluruh Bangsa Indonesia, yaitu Sistem
Pancasila ditinggalkan, diperkosa dan di preteli, oleh Pemerintah dan politisi
itu sendiri demi kepentingan individu atau kelompok.
Dua
semester belakangan kami mengamati betul-betul, bagaimana arus uang sebagai
sarana tukar atas hak milik indvidu atau badan hukum itu berubah-ubah. Baik
uang asing yang masuk dari luar kedalam negeri maupun uang dari dalam keluar
negeri. Berubahannya sangat signifikan. Dari hasil prediksi kami menyatakan
yang mempengaruhi adalah :
1) Penghimpunan
dana untuk persiapan perebutan kekuasaan pada pemilu yang akan diselenggaran
tahun depan.
2) Berkaitan
dengan rencana pemerintah untuk menambah utang negara terhadap istitusi
Kapital, sehingga institusi Kapital mendapatkan keuntungan dua kali lipat.
3) Berkaitan
dengan rencana negara maju untuk ekspansi militer Ketimur tengah, jadi
dibutuhkan penghimpun dana untuk persiapan expansi militer.
Lantas mengapa
pemerintah terburu-buru mengambil sikap dan kebijakan yang mempertaruhkan,
kesejahtraan seluruh rakyat Indonesia..? semoga kau benar wahai pemerintah dan
politisi.
Komando Strategi Mahasiswa MERDEKA
100%