PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bila kita berbicara
lingkungan sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena Lingkungan
merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib kita jaga bersama demi
kelangsungan hidup masyarakat berbangsa, bertanah air dan bernegara yang sehat
dan sejahtera. Lingkungan merupakan keseluruhan Ekosistem dari kumpulan
beberapa sub sistem makhluk hidup yang saling berkaitan dan bergantung satu
sama yang lain. Yang apabila salah satu subsistem makhluk hidup rusak maka akan
mempengaruhi subsistem yang lain. Disinilah letak fungsi dan tanggung jawab
kita sebagai bagian dari subsistem manusia yang memiliki akal budi, terhadap
kelangsungan subsistem makluk hidup yang lain. Karena subsistem manusia yang
memiliki kecerdasan akal budi diharapkan dapat menjaga dan memelihara seluruh
ekosistem mahluk Hidup. dimana apabila salah satu subsistem mahluk Hidup rusak
dapat mengancam keseimbangan, kelangsungan dan kehidupan subsistem manusia.
Menurut Hadipurnomo Kompas 13 Oktober 1978 dalam tulisannya
yang berjudul “peranan manusia dan
vegetasi dalam kelestarian alam” mengatakan “Manusia dalam Sejarah hidup dan kehidupannya bertempat tinggal disuatu
daerah bersama makhluk hidup lain, saling pengaruh mempengaruhi secara dinamis
dalam batas keseimbangan yang disebut ekosistem. Untuk mencukupi keperluan
hidupnya, manusia mengambil dan menggunakan sumber alam yang ada disekitarnya.
Untuk mengambil dan menggunakan sumber alam tersebut, manusia melakukan
daya-upaya (aktivitas).[1]
Dari penjelasan diatas
memberikan gambaran kepada kita bahwa setiap orang atau kumpulan manusia dalam
masyarakat untuk kehidupan dan penghidupannya mengambil dan menggunakan sumber
alam yang ada disekitarnya. Hal ini tentu jika seseorang atau masyarakat secara
terus-menerus menggunakan daya-upaya untuk mengambil dan menggunakan sumber
alam disekitarnya akan mempengaruhi subsistem makhluk hidup lain dan akan
mempengaruhi keseimbangan keseluruhan ekosistem makluk hidup yang dapat
mengancam kelangsungan hidup dan penghidupan manusia itu sendiri.
Dalam hal ini bukan
berarti seseorang atau masyarakat harus menghentikan seluruh daya-upaya untuk
mengambil dan menggunakan sumber alam disekitarnya. Karena manusi adalah
makhluk pencipta Budhi dan Daya atau sering kita sebut dengan budaya. Dan dalam
penciptaan Budi dan daya itu manusia membutuhkan alat pendukung dari alam
disekitarnya, jika pengambilan dan penggunaan alam sekitar dihentikan maka
manusia akan terhenti dalam menciptakan budi dan daya. Untuk menghindarkan
terhentinya Budi dan daya manusia dalam hidup dan penghidupanlah yang mendorong
lahirnya dan berkembangnya Hukum Perlindungan Lingkungan pada jelang ABAD ke-20
yang menyertai tumbuh berkembangnya kesadaran baru manusia tentang lingkungan
Hidup. Dimana kemoderenan dan kemajuan suatu masyarakat dalam mengciptakan budi
dan daya pembangunan ditentukan dari keahlian menjaga keseimbangan ekosistem
Lingkungan hidup.
Kemudian
dari tuntutan pengembangan budi dan daya kesadaran manusia tersebutlah yang
menjadi latar belakang penulis menulis makalah yang berjudul “PERAN KESADARAN INDIVIDU DAN MASYARAKARAT DALAM
PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN ”
B. IDENTIDKASI MALSAH
Dalam
penulisan makalah ini penuli mengidentifikasi beberapa masalah
1.
Ada pencemaran lingkungan yang
dilakukan secara individu atau kelompok masyarakat
2.
Rendahnya kesadaran masyarakat
dalam berperan serta menegakan hukum lingkunga.
3.
Tidak maksimalnya dalam menerapkan
sanksi dalam penegakan hukum lingkungan.
4.
Tidak maksimalnya pejabat yang
berwenang dalam mengawasi izin lingkungan.
5.
Tidak maksimalnya persyaratan
perizinan dilaksanakan.
6.
Semakin meningkatnya kasus
pencemaran lingkungan ditengah masyarakat.
C. RUMUSAN MASALAH
Dalam
makalah ini penulis hanya terfokus pada permasalaha yang telah kami sumuskan
dalam identifikasi yang disebutkan dalam pont 2 dan 3 ini:
2.
mengapa kesadaran masyarakat rendah untuk terlibat dalam penegakan hukum
lingkungan.?
3.
Bagaimana memaksimal penerapan sanksi dalam penegakan Hukum Lingkungan.?
D. Batasan Masalah
Untuk
menghidarkan terjadinya pengembangan dan pelebaran dalam tulisan kami ini, yang
dapat membiaskan pembahasan, maka penulis perlu membuat batasan masalah. Dalam
tulisan ini penulis hanya berfokus pada pembahasan masalah-masalah yang telah
kami rumuskan diatas.
E. Tujuan
a.
tujuan praktis
tujuan
makalah ini secara praktis untuk penulis dapat memenuhi persyatan untuk
mendapatkan Nilai Hukum Lingkungan Pada smester IV fakultas Hukum Universitas
pamulang.
b.
tujuan empiris
secara
empiris makalah ini bertujuan memberikan gambaran-gambaran Masalah Lingkungan
Hidup yang terjadi ditengah masyarakat, baik yang disebabkan Rumah tangga
maupun korporasi.
BAB II
LANDASAN TOERITIS, FILOSOFIS DAN
YURIDIS
F. Beberapa Pengertian.
a. lingkungan Hidup
Lingkungan
Hidup juga disebut dengan Lingkungan dalam bahasa inggris disebut dengan
“Environment” yang meliputi keseluruhan lingkungan makhluk hidup dan
keseluruhan unsur-unsur yang mempengaruhinya. Mesti kita sering membaca
pemisahan dalam Ekologi antara lingkungan hidup manusia, lingkungan hidup hewan
dan lingkungan hidup tumbuhan, akan tetapi keseluruhannya itu disebut lingkungan
hidup yang merupakan tanggung jawab manusia yang berakal budhi untuk menjaga
keseimbangan dalam kelangsungan hidup dan penghidupan manusia bersama
pertumbuhan pembangunan peradabannya.
St. Munajat Danusaputra : Lingkungan adalah semua benda dan kondisi termasuk di
dalamnya manusia dan aktivitasnya, yang terdapat dalam ruang di mana manusia
berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan
jasad hidup lainnya. (Darsono, 1995)[2]
Ahmad (1987:3)
mengemukakan bahwa lingkungan hidup adalah sistem kehidupan di mana terdapat
campur tangan manusia terhadap tatanan ekosistem.
Emil Salim : Lingkungan hidup adalah segala benda, kondisi, keadaan dan
pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati dan mempengaruhi hal
yang hidup termasuk kehidupan manusia.[3]
Dalm
Pasal 1 aya (1) UU No. 32 Tahun 2009 menyebutkan pengaertian Lingkungan hidup
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
[4]
dalam
bukunya yang berjudul hukum lingkungan St. munajad DanuSaputro membagi
lingkungan Hidup Kepda dua bagian yaitu :
1. Lingkungan
Hidup
Alami.
Lingkungan hidup alami
merupakan lingkungan bentukan alam yang terdiri atas berbagai sumber alam dan
ekosistem dengan komponen-komponennya, baik fisik, biologis. Lingkungan hidup
alami bersifat dinamis karena memiliki tingkat heterogenitas organisme yang
sangat tinggi.
2. Lingkungan
Hidup
Binaan/Buatan.
Lingkungan hidup binaan/buatan mencakup lingkungan buatan manusia yang dibangun
dengan bantuan atau masukan teknologi, baik teknologi sederhana maupun
teknologi modern. Lingkungan hidup binaan/buatan bersifat kurang beraneka ragam
karena keberadaannya selalu diselaraskan dengan kebutuhan manusia.
3. Lingkungan
Hidup Sosial.
Lingkungan hidup sosial terbentuk karena adanya interaksi sosial dalam
masyarakat. Lingkungan hidup sosial ini dapat membentuk lingkungan hidup binaan
tertentu yang bercirikan perilaku manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan
antara individu dan masyarakat sangat erat dan saling mempengaruhi serta saling
bergantung.
b. Hukum Lingkungan
bila
kita memperhatiakan beberapa defenisi para ahali hukum maka kita akan menemukan
perbedaan defnisi lingkungan hidup dan hukum lingkungan. Coba kita perhatikana
tinjauan Prof. Mr. L. J. Van Alpeldorn tentang hukum dalam bukunya Pengantar
Ilmu Hukum sebgai berikut “perdamaian di
anata manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi
kepentingan-kepentingan manusia yang tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa,
harta benda dan sebagainya terhadap yang merugikannya. Kepentingan dari
perseorangan dan kepentingan golongan-golongan manusia selalu bertentangan satu
dengan yanga lain. Pertentangan ini selalu akan menimbulkan pertikaian, bahakan
peperangan antara semua orang melawan semua orang, jika hukum tidak bertindak
sebagai perantara untuk memepertahankan perdamaian. Dan hukum mempertahankan
perdamaian dengan menimbanga kepentingan yang bertentangan secara teliti dan
mengadakan keseimbangan dianataranya, karena hukum hanya dapat mencapai tujuana
(mengatur pergaulan hidup secra damai) jika dia menuju peradilan yang adil,
artinya peraturan pada mana terdapat keseimbangan antara kepentingan yang
dilindungi, pada mana setiap orang memproleh sebanyak mungkin yang menjadi
bagiannya[5].
Dari
tinjauan diatas coba kita tarik dengan pandangan masyarakat tentang penaklukan
terhadap alam disekitarnya untuk bertahan hidup. Pesatnya perkembangan
mordnisasi pembangunan diseluruh belahan dunia tentu kompetis manusia dengan
alam semakin ketat yang mengakibatkan beberapa subsistem hewan atau tumbuhan
rusak akibat kepentingan peradapan manusia disinilah kita bisa melihat fungsi
hukum lingkungan sebagai perantara pertarungan kepentingan subsistem manusia
dengan subsistem hewan dan tumbungan. Hukum lingkunganlah yang diharapkan
sebagi penyeimbang kepentingan dalam suatu ekosistem makhluk hidup.
Maka dapatlah kita defenisikan bahwa Hukum Lingkungan adalah
Serangkaian norma yang mengatur kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Emil Salim mengatkan Hukum Lingkungan adalah Kerangka aturan hukum yang
mengatur eksistensi hubungan fungsional antara manusia dan lingkungannya[6].
Dalam
pengertian yang sedehana Hukum lingkungan adalah hukum yang mengatur Tatanan
Lingkungan (lingkungan Hidup), atau boleh kita katakan Hukum yang mengatur
hubungan Daya Subsistem manusia dengan Subsistem makhluk hidup yang lain dalam
satu ekosistem makhluk hidup yang selanjutnya disebut dengan Hukum lingkungan
hidup.
c. Kesadaran Individu dan
masyarakat.
Seperti
sudah kita bahas diatas kesadaran lingkungan individu dalam hidup dan
penghidupan sebagai menciptakan budi dan daya sangatlah penting. Hal ini bisa
kita lihat dalam ketetuan tentang hak warga negara terhadap lingkungan hidup
yang diatur dalam pasal 65 ayat 1, 2, 3, 4 dan 5 UU. No. 32 tahun 2009[7]
yang berbunyi :
1. Setiap
orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak
asasi manusia.
2. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan
lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam
memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
3. Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau
keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat
menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.
4. Setiap orang berhak untuk berperan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
5. Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat
dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Kemudian
undang-undang juga mengatur tentang kewajiban warga negara terhadap lingkungan
hidup pada pasal 68 point a, b dan c UU. No. 32 tahun 2009[8] yang
berbunyi :
a.
memberikan informasi yang terkait dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka,
dan tepat waktu;
b.
b. menjaga keberlanjutan fungsi
lingkungan hidup; dan
c.
c. menaati ketentuan tentang baku mutu
lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Dengan adanya
hak dan kewajiban warga negara yang diatur dalam undang-undang tentu
membutuhkan kesadaran individu dan masyarakat untuk menggunakan hak dan
kewajiban masing-masing terhap lingkungan hidup. Kemudian dalam pasal 70 ayat
(1) UU NO. 32 TAHUN 2009 menyebutkan Masyarakat
memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
G. RUANG LINGKUP HUKUM LINGKUNGAN
Ruang
lingkup Hukum lingkungan sangatlah luas, hal ini disebabkan Hukum lingkungan
mengikuti perkembangan pembangunan nasional didalam pasal 4 UU No. 32 tahun
2009 menyebutkan ruang lingkup hukum lingkungan antara lain :
a. Perencanaan
perencanaan
yang dimaksud dalam hal ini adalah Hukum lingkungan merencanakan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan Hidup. Yang disesuaikan dengan perencanaan
pembangunan nasional, sehingga tidak menimbulkan kerusakankan terhadap
ekosistem dan atau Lingkungan hidup masyarakat. Yang meliputi inventarisir,
pemetaan dan Penysunan Renca Pengelolaan serta Pemanfaatan Lingkungan Hidup.
b. Pemanfaatan
yang dimaksud pemanfaatan
disini adalah Hukum lingkungan mengatur pemanfaatan sumber daya alam sesuai
dengan Rancangan Perlindungan dan Pemanfaatan lingkungan Hidup yang telah
ditentukan pemerintah. Dengan memperhatihan keberlanjutan, produktifitas dan
keselamatan lingkungan Hidup.
c. Pengendalian
pengendalian dimaksud
adalah Hukum Lingkungan mengatur pengendalian pencemaran dan atau kesusakan
lingkungan Hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan Hidup
yang meliputi :
Ø Pencegahan
Ø Penanggulangan
Ø Pemulihan
d. Pemeliharaan
Pemeliharaan
yang dimaksud adalah Hukum lingkungan pengatur
Pemeliharaan lingkungan hidup yang dilakukan melalui upaya:
Ø Konservasi
sumber daya alam,
Ø Pencadangan sumber daya alam,
Ø Pelestarian
fungsi atmosfer.
e.
Pengawasan
dalam
hal pengawasan yang maksud disini dalah Hukum lingkuangan mengatur dan
memberikan kewenangan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung
jawab usaha dan atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
f. Penegakan hukum
Dalam
rangka penegakan Hukum Lingkungan dalam hal ini undang-undang Lingkungan hidup
mengatur sanksi, administrasi, perdata dan pidana serta proses pembuktian, penyidikan,
dan pemeriksaan.
H. ASAS-ASAS HUKUM LINGKUNGAN
Ada
pun beberapa asas penegakan Hukum lingkungan yang disebut dalam undanga-undang
sebagai berikut :
1) Asas Tanggung Jawab Negara
a. Negara
menjamin Pemanfaatan sumber Daya alam akan memeberikan manfaat yang
sebesar-besarnyabagi kesejahtraan dan mutu hidup rakyat baik generasi masa kini
maupun masa mendatang.
b. Negara
menjamin hak warga negara atas lingkungan Hidup yang baik dan sehat.
c. Negara
mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang menimbulkan
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
2) Asas Kelestarian dan keberlanjutan,
Bahwa setiap orang memikul Kewajiban dan
tanggung jawab terhadap Generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu
generasi dengan melakukan upaya pelesatarian daya dukung Ekosistem dan Kwalitas
lingkungan Hidup.
3) Asas Keserasian dan keseimbangan,
Bahwa
dalam pemanfaatan Lingkungan hidup harus memeperhatikan bebagai Aspek seperti
kepentingan Ekonomi, Sosial, Budaya dan perlindungan serta pelestarian
Ekosistem.
4) Asas keterpaduan
yang dimaksud dengan asas keterpaduan adalah
dalam perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup dilakukan dengan memadukan
berbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen terkait.
5) Asas Manfaat
yang
dimaksud dengan Asas manfaat adalah segala usaha dan kegiatan pembangunan yang
dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dn lingkungan hidup
untuk meningkatkan kesejahtraan rakyat dan harkat martabat manusia selaras
dengan lingkungan.
6) Asas Kehati-hatian
bahwa ketidak pastian mengenai dampak suatu
usaha dan kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah meminimalisasi atau
menghindari ancaman terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup
7) Asas Keadilan,
Yang
dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap
warga negara, baik lintas daerah, lintas generasi, maupun lintas gender.
8) Asas Ekoregion
Bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup harus memperhatikan karakteristik sumber daya alam, ekosistem, kondisi
geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan lokal.
9) Asas Keaneka ragaman Hayati
bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk mempertahankan keberadaan,
keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri atas sumber
daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang bersama dengan unsur
nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.
10) Asas Pencemaran membayar
bahwa setiap penanggung jawab yang usaha dan
kegiatannya menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup wajib
menanggung biaya pemulihan lingkungan.
11) Asas Partisipasi
bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk
berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.
12) Asas Kearifan Lokal
bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata
kehidupan masyarakat.
13) Asas Tata Kelola Pemerintahan yang
baik,
bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efisiensi,
dan keadilan
14) Asas Otonomi Daerah
bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman
daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia[9]
I. SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM
LINGKUNGAN
Dalam
sejarah peradaban manusiaselalu bergantung pada lingkungan atau alam sekitar.
Sumber daya alam atau lingkungan hidup
juga sering menjadi pemicu terjadinya konflik anatar kelompok dan bahkan
antar negara, karna kemampuan menaklukkan sumber daya alam yang ada dalam
catatan sejarah mencatat yang mendorong lahirnya hukum lingkungan antara lain :
v Abad ke 17 dan 18, belahan bumi timur menjadi sasaran ekspansi
karena keunggulan SDA & SDM
v Pasca Perang Dunia ke II, negara pemenang PD II berupaya ekspansi
ekonomi
v Timbulnya era Indutrialisasi dengan menempatkan Lingkungan = Objek
Eksploitasi
v Pencemaran ekosistem = penyakit ( Silent Spring )
v Minamata Bay Case
v Chernobyl Case
v Tercatat (dibakukan dalam bentuk tertulis) antara lain: awig-awig
di bali
v Undang-undang Sibur Cahaya (Lahat):pelestarian lingkungan
v Ketentuan Hukum Adat Maluku Tenggara Sasi
v Rempong Damar (Krui Lampung): menanamn bekas ladang yang ditanam
dammar
v Subak (bali) satu teknologi tradisional
v pemakaian air secara efisien dalam pertanian
v Trial Smelter CaseASEAN agreement on The
Conservation of Nature and Natural Resources
(ASEAN ACNN) pada tahun
1985
v ,
ASEAN Cooperation Plan on Transboundary Pollution Pada Tahun 1995,
v Regional Haze Action Plan pada tahun 1997,
v ASEAN
Agreement on Transboundary Haze Pollution pada tahun 2002
J. LANDASAN FILOSOFIS DAN YURIDIS
HUKUM LINGKUNGAN.
a.
Landasan
Filosofis
Dalam
penyusunan dan pemberlakuan Hukum Lingkungan memiliki beberapa landasan
filosofis[10]
antara lain :
1. Manusia memerlukan adanya suatu norma untuk menjamin hak dan
kepastian kehidupan
2. Norma Kepatutan, Norma Agama dan Norma Hukum
3. Manusia
merupakan penentu kehidupan jagat raya
4. Manusia saling mencemari satu sama lain
5. Lingkungan Hidup merupakan penentu eksistensi manusia
6. Perlu adanya suatu kepastian dalam menjalani kehidupan
7. Lingkungan
tidak hanya sebagai anugerah tapi juga merupakan aset yang harus dijaga
kelestariannya
8. Homo Ethic dan Eco Ethic
9. Perlu adanya norma di bidang lingkungan (Social
Enggineering)
b. Landasan
Yuridis
Ada pun yang menjadi landasan yuridis berlakunya
hukum lingkungan Indonesia[11]
antara lain :
1.
Pasal 28
huruf H Undang-Undang Dasar 1945 tetang LINGKUNGAN HIDUP yang sehat merupakan
hak asasi manusia.
2.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun
1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215)
3.
Undang-undang
Nomor 23 tahun 1997 sebagaimana telah diperbaharui dengan Undang-Undang No. 32
tahun 2009 tentang Pengelolaan lingkungan hidup.
K.
KEDUDUKAN HUKUM LINGKUNGAN DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA
Kemudian Kedudukan Hukum lingkungan dalam sistem
hukum Indonesia sangat strategis sebagai tercantum dalam bagain dibawaha ini :
BAB III
JENIS PENCEMARAN LINGKUNGAN DAN
SANKSI HUKUM
L. JENIS-JENIS PENCEMARAN LINGKUGAN
HIDUP
1.Pencemaran
Udara
Pencemaran udara
disebabkan oleh asap buangan seperti CO2, SO, SO2, CFC, CO, dan asap rokok. Gas
CO2 yang berasal dari pabrik, mesin-mesin yang menggunakan bahan bakar fosil
dan akibat pembakaran kayu. Kadar gas CO2 yang semakin meningkat di udara tidak
dapat segera di ubah menjadi oksigen olehtumbuhan karena banyak hutan dunia
yang di tebang setiap tahunnya. Ini merupakan masalah global. Bumi seperti di
selimuti oleh gas dan debu pencemar. Kandungan gas CO2 yang tinggi menyebabkan
cahaya matahari yang masuk ke bumi tidak dapat di pantulkan lagi ke angkasa,
sehingga suhu bumi semakin memanas. Inilah yang disebut efek rumah kaca (Green
House). Jika hal ini terus berlangsung, maka es dikutub akan mencair dan
daerah dataran rendah akan terendam air. Gas CO dapat membahayakan orang yang
mengisapnya. Jika proses pembakaran tidak sempurna, maka akan menghasilkan
karbon monoksida (CO). Gas CO jika terhirup akan mengganggu pernapasan. Gas ini
sangat reaktif sehingga mengganggu pengingatan oksigen oleh hemoglobin dalam
darah. Jika berlangsung terus menerus, dapat mengakibatkan kematian. Gas CFC
digunakan sebagai gas pengembang, karena tidak bereaksi, tidak berbau, tidak
berasa dan tidak berbahaya. Banyak di gunakan untuk mengembangkan busa kursi,
untuk AC, pendingin lemari es dan penyemprot rambut. Tetapi, ternyata ada juga
keburukan dari gas ini. Gas CFC yang naik ke atas dapat mencapai stratosfer.[12]
Di stratosfer
terdapat lapisan gas ozon (O3), yang merupakan pelindung bumi dari pengaruh
radiasi ultra violet. Radiasi ultra violet dapat mengakibatkan kematian
organisme, tumbuhan menjadi kerdil, menimbulkan mutasi genetik, menyebabkan
kanker kulit dan kanker mata. Jika gas CFC mencapai lapisan ozon, akan terjadi
reaksi antara CFC dan ozon, sehingga lapisan ozon tersebut berlubang yang
disebut lubang ozon.
Gas SO dan SO2
juga dihasilkan dari hasil pembakaran fosil. Gas ini dapat bereaksi dengan gas
NO2 dan air hujan dan menyebabkan terjadinya hujan asam. Hujan ini
mengakibatkan tumbuhan dan hewan-hewan tanah mati, produksi pertanian merosot,
besi dan logam mudah berkarat, serta bangunan-bangunan jadi cepat.
2.
Pencemaran Air
Pencemaran air
terjadi pada sumber-sumber air seperti danau, sungai, laut dan air tanah yang
disebabkan olek aktivitas manusia. Air dikatakan tercemar jika tidak dapat
digunakan sesuai dengan fungsinya. Walaupun fenomena alam, seperti gunung
meletus, pertumbuhan ganggang, gulma yang sangat cepat, badai dan gempa bumi
merupakan penyebab utama perubahan kualitas air, namun fenomena tersebut tidak
dapat disalahkan sebagai penyebab pencemaran air. Pencemaran ini dapat
disebabkan oleh limbah industri, perumahan, pertanian, rumah tangga, industri,
dan penangkapan ikan dengan menggunakan racun. Polutan industri antara lain
polutan organik (limbah cair), polutan anorganik (padatan, logam berat), sisa
bahan bakar, tumpahan minyak tanah dan oli merupakan sumber utama pencemaran
air, terutama air tanah.
Disamping itu
penggundulan hutan, baik untuk pembukaan lahan pertanian, perumahan dan
konstruksi bangunan lainnya mengakibatkan pencemaran air tanah. Limbah rumah
tangga seperti sampah organik (sisa-sisa makanan), sampah anorganik (plastik,
gelas, kaleng) serta bahan kimia (detergen, batu baterei) juga berperan besar dalam
pencemaran air, baik air di permukaan maupun air tanah. Polutan dalam air
mencakup unsur-unsur kimia, pathogen/bakteri dan perubahan sifat Fisika dan
kimia dari air. Banyak unsur-unsur kimia merupakan racun yang mencemari air.
Patogen/bakteri mengakibatkan pencemaran air sehingga menimbulkan penyakit pada
manusia dan binatang. Adapuan sifat fisika dan kimia air meliputi derajat keasaman,
konduktivitas listrik, suhu dan pertilisasi permukaan air. Di negara-negara
berkembang, seperti Indonesia, pencemaran air (air permukaan dan air tanah)
merupakan penyebab utama gangguan kesehatan manusia/penyakit.[13]
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di seluruh
dunia, lebih dari 14.000 orang meninggal dunia setiap hari akibat penyakit yang
ditimbulkan oleh pencemaran air. Secara umum, sumber-sumber pencemaran air
adalah sebagai berikut :
a) Limbah
industri (bahan kimia baik cair ataupun padatan, sisa-sisa bahan bakar, tumpahan
minyak dan oli, kebocoran pipa-pipa minyak tanah yang ditimbun dalam tanah)
b) Pengungangan lahan hijau/hutan akibat
perumahan, bangunan
c) Limbah
pertanian (pembakaran lahan, pestisida)
d) Limbah
pengolahan kayu
e) Penggunakan
bom oleh nelayan dalam mencari ikan di laut
f) Rumah
tangga (limbah cair, seperti sisa mandi, MCK, sampah padatan seperti plastik,
gelas, kaleng, batu batere, sampah cair seperti detergen dan sampah organik,
seperti sisa-sisa makanan dan sayuran).
3.Pencemaran
Tanah
Pencemaran
ini banyak diakibatkan oleh sampah, baik yang organik maupun nonorganik. Sampah
organik dapat di uraikan oleh mikroba tanah menjadi lapisan atas tanah yang di
sebut tanah humus. Akan tetapi, sampah anorganik/nonorganik tidak bisa
diuraikan. Bahan pencemar itu tetap utuh hingga 300 tahun yang akan datang. Zat-zat
limbah yang meresap ke tanah juga tidak dapat hilang dalam jangka waktu yang
lama. Zat-zat limbah yang masuk ke tanah di serap oleh tanaman dan tetap
menetap di dalam tubuh tumbuhan itu, karena tumbuhan tidak dapat
menguraikannya. Limbah industri yang mengotori tanah biasanya adalah pupuk yang
berlebihan dan penggunaan herbisida serta pestisida. Zat pencemar yang menetap
pada tumbuhan itu, terus berpindah melalui jalur rantai makanan dan jaring-jaring
makanan. Sehingga perpindahan itu menyebabkan adanya zat pencemar dalam setiap
tubuh organism yang melangsungkan proses rantai makanan. Hal ini akan
menimbulkan menurunnya kualitas organisme, berupa kurangnya ketahanan terhadap
gangguan dari luar.[14]
Selain
pencemaran, kerusakan lingkungan juga disebabkan oleh pengambilan sumber daya
alam dan pemanfaatannya, serta pola pertanian. Kerusakan itu antara lain
terjadinya erosi dan banjir. Kerusakan lingkungan yang menimbulkan banyak bencana
menimbulkan gagasan untuk mengurangi dan mencegah terjadinya kerusakan itu.
Manusia berusaha melakukan penanggulangan kerusakan lingkungan dan mengadakan
perbaikan terhadap kerusakan itu. Pencegahan kerusakan lingkungan dan pengusahaan
kelestarian dilakukan baik oleh pemerintah maupun setiap individu
M. PENGATURAN SANKSI PIDANA DAN
ADMINISTRASI DIDALAM HUKUM LINGKUNGAN.
Pengaturan
pidana dalam undang-undang sektoral di bidang lingkungan hidup dan sumber daya
alam menganut asas-asas dan konsep pemidanaan tertentu yang juga terdapat dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Tetapi ada beberapa karakter dalam
undang-undang sektoral tersebut yang agak berbeda dari kitab undang-undang
hukum pidana.
1. Ketentuan
Sanksi Pidana dalam UU PPLH
Undang-undang
ini hanya mengenal penggolongan tindak pidana kejahatan. Jenis-jenis tindak pidana
di dalam undang-undang pengelolaan lingkungan hidup dapat dilihat di
Tabel 2.
Pasal
|
Tindak Pidana
Kejahatan
|
Pasal
41 (1)
|
Melakukan
perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan
hidup
|
Pasal
41 (2)
|
Melakukan
perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan
hidup yang mengakibatkan orang mati atau terluka berat
|
Pasal
43(1)
|
Melepaskan
atau membuang zat, energi, dan/atau komponen lain yang berbahaya
atau beracun
masuk di atas atau ke dalam tanah, ke dalam udara atau ke dalam air
permukaan,
melakukan impor, ekspor, memperdagangkan, mengangkut, menyimpan
bahan
tersebut, menjalankan instalasi yang berbahaya, padahal mengetahui atau
sangat
beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan
pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan
umum
atau nyawa orang lain
|
Pasal
43 (2)
|
Memberikan
informasi palsu pada menghilangkan atau menyembunyikan atau merusak informasi
yang diperlukan dalam kaitannya dengan perbuatan yang dapatmenimbulkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan
umum atau nyawa orang lain
|
Pasal
43 (3)
|
Memberikan
informasi palsu pada menghilangkan atau menyembunyikan atau
merusak
informasi yang diperlukan dalam kaitannya dengan perbuatan yang dapat
menimbulkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau
membahayakan
kesehatan umum atau nyawa orang lain, yang mengakibatkan orang
mati
atau terluka berat
|
a. Beberapa
Persoalan dalam Teks
Rumusan yang multi-tafsir Beberapa contoh
rumusan multi-tafsir adalah sebagai berikut:
1. Pasal 41 ayat (1), berbunyi: Barangsiapa
yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah). Pasal tersebut mengatur larangan untuk melakukan
perbuatan yang dapat mengakibatkan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
Meskipun bunyi teks ini adalah pola perumusan tindak pidana materil, namun
cakupan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup
tidak jelas. Di sisi lain, walaupun dalam ketentuan umum telah disebutkan
mengenai apa itu pencemaran dan perusakan lingkungan hidup tetapi rumusan
tersebut belum cukup tegas dan jelas. Hal ini karena perusakan dan pencemaran
lingkungan hidup itu sering kali tidak serta merta terjadi atau sering kali
karena akibat dari perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang (akumulatif).
2. Pasal 43 ayat (1) berbunyi: Barangsiapa
yang dengan melanggar ketentuan perundangundangan yang berlaku, sengaja
melepaskan atau membuang zat, energi, dan/atau komponen lain yang berbahaya atau
beracun masuk di atas atau ke dalam tanah, ke dalam udara atau ke dalam air
permukaan, melakukan impor, ekspor, memperdagangkan, mengangkut, menyimpan
bahan tersebut, menjalankan instalasi yang berbahaya, padahal mengetahui atau
sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan
pencemaran
b. Teori-Teori
yang Mendukung
1.
Tindak Pidana Formil dan Materil
Pasal-pasal yang
memuat ketentuan tindak pidana materil dalam undang-undang ini adalah Pasal 41
dan Pasal 42. Sedangkan untuk tindak pidana formil, dapat dijumpai di rumusan
Pasal 43 dan 44. Lihat di Tabel 3 berikut mengenai perumusan pasal menurut dua
kategori di atas.
Tabel 3:
Pasal
|
Tindak Pidana Materil
|
Pasal
41
|
(1)
Barangsiapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dandenda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Jika
tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati
atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.750.000.000,00 (tujuh
ratus lima puluh juta rupiah).
|
Pasal
42
|
(1)
Barangsiapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
(2) Jika
tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati
atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah).
|
Pasal
|
Tindak Pidana Formil
|
Pasal
43
|
1) Barangsiapa
yang dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sengaja
melepaskan atau membuang zat, energi, dan/atau komponen lain yang berbahaya
atau beracun masuk di atas atau ke dalam tanah, ke dalam udara atau ke dalam
air permukaan, melakukan impor, ekspor,
memperdagangkan,
mengangkut, menyimpan bahan tersebut, menjalankan instalasi yang berbahaya,
padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan
tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain, diancam dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).
2) Diancam
dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
barangsiapa yang dengan sengaja memberikan informasi palsu pada menghilangkan
atau menyembunyikan atau merusak informasi yang diperlukan dalam kaitannya
dengan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), padahal mengetahui atau
sangat beralasan untuk menduga bahwa
perbuatan
tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain.
3) Jika tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan orang
mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam penjara paling lama 9
(sembilan) tahun dan denda paling banyak Rp.450.000.000,00 (emat ratus lima
puluh juta rupiah).
|
Pasal
44
|
1) Barangsiapa
yang dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku, karena
kealpaannya melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, diancam
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2) Jika tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka
berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh
juta rupiah).
|
1.
Sanksi Pidana sebagai Ultimum Remedium
Dalam penjelasan
undang-undang ini dianut sebuah asas yang dikenal sebagai ultimum remedium. Asas
ini menempatkan penegakan hukum pidana sebagai pilihan hukum yang terakhir.
Penegakan hukum lain berupa mekanisme hukum perdata dan hukum administrasi
harus didahulukan. Jadi jika kedua penegakan hukum tersebut ternyata tidak
mampu juga menyelesaikan dan menghentikan tindak pidana lingkungan hidup
menurut undang-undang ini, maka hukum pidana dapat ditegakkan.37
2.
Perkembangan Baru Pertanggungjawaban Korporasi
Beberapa
ketentuan di dalam undang-undang ini telah mengadopsi perkembangan hukum dalam
sistem hukum common law. Perkembangan-perkembangan hukum baru itu
misalnya:
adanya ketentuan
tentang gugatan class action, gugatan legal standing dan asas strict
liability. Dalam hukum pidana, yang bisa disebut sebagai perkembangan baru
adalah adanya pengaturan mengenai kejahatan korporasi meskipun undang-undang
ini tidak secara eksplisit menyebut kejahatan yang dilakukan oleh badan hukum
sebagai kejahatan korporasi. Tetapi setidaknya konsep mengenai
pertanggungjawaban pidana korporasi sudah dianut oleh undangundang ini.
Dalam Bab IX
ketentuan tentang pidana, tidak didefinisikan mengenai siapa yang termasuk
sebagai subjek pelaku kejahatan lingkungan. Tetapi Pasal 45, berbunyi: Jika
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama
suatu badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain,
ancaman pidana denda diperberat dengan sepertiga. Artinya, orang yang dapat
dikenai pertanggungjawaban pidana tidak saja individu, tetapi juga badan hukum
atau organisasi lainnya. Pertanggungjawaban pidana beserta sanksinya diatur
dalam Pasal 46 dan 47. Menurut Pasal 46 ayat (1), pertanggungjawaban pidana
(berupa sanksi pidana, sanksi ganti rugi, dan tindakan tata tertib)
terhadap
kejahatan lingkungan hidup yang dilakukan untuk dan atas nama badan hukum atau organisasi
lainnya, dapat dikenakan terhadap para pimpinannya, pemberi perintah, organisasinya
dan atau keduanya dapat dikenakan (organisasi dan para pimpinannya/pemberi perintah).
Selanjutnya Pasal 46 ayat (2) menentukan bahwa pertanggungjawaban pidana berupa
sanksi pidana dapat dikenakan kepada yang memberi perintah atau pemimpin di
dalam organisasi tersebut. Sedangkan ayat berikutnya (3 & 4) hanya memuat
soal ketentuan teknis dalam beracara dan pengurusan penuntutan.
Sementara itu,
Pasal 47 menentukan jenis-jenis sanksi berupa tindakan tata tertib terhadap
pelaku tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan oleh badan hukum atau organisasi
lainnya. Jenis-jenis sanksi tersebut adalah:
·
perampasan keuntungan yang diperoleh
dari tindak pidana; dan/atau
·
penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan;
dan/atau
·
perbaikan akibat tindak pidana; dan/atau
·
mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan
tanpa hak; dan/atau
·
meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak;
dan/atau
·
menempatkan perusahaan di bawah pengampuan
paling lama 3 (tiga) tahun.
Jika
dibandingkan dengan undang-undang di bidang pemanfaatan dan pengelolaan sumber
daya alam seperti Kehutanan, Perkebunan, Sumber Daya Air, Tambang, dll., pertanggungjawaban
pidana korporasi dalam rumusan undang-undang ini sudah jauh lebih maju.
Kemajuan tersebut misalnya mengenai siapa yang dimintai pertanggungjawaban
pidana bila kejahatan lingkungan dilakukan oleh korporasi. Di dalam Pasal 46
ayat (1) dapat dilihat bahwa yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana
adalah badan hukum, dan kemudian juga menyebutkan mengenai organisasi lainnya.
Penyebutan “organisasi lainnya” tampaknya untuk mengakomodasi kejahatan
korporasi yang dilakukan oleh organisasi yang bukan berupa badan hukum. Hal
lainnya yang sangat maju dari perumusan kejahatan korporasi oleh undangundang ini
konsep strict liability yang dipadu dengan vicarious liability.
Dalam hal ini, baik
pengurus dan
atau badan hukumnya (korporasi, dibaca juga yang non-badan hukum) bisa dikenai
pertanggungjawaban pidana.
Namun menurut
Prof. Sutan Remy Sjahdeini, undang-undang ini tidak memberikan ketentuan
mengenai persyaratan bahwa suatu tindak pidana dapat ditentukan sebagai tindak pidana
yang dilakukan oleh suatu korporasi. Selain itu undang-undang ini belum
memiliki rumusan yang tegas mengenai ajaran pertanggungjawaban pidana korporasi
apa yang digunakan dalam membebankan pertanggungjawaban pidana kepada korporasi.
2.
Ketentuan sanksi administrasi dalam UU PPLH
Hukum lingkungan
administrasi berorentasi menuntaskan pencemaran lingkuangan (Perbuatan
pencemarannya). Penyelesaian kasus
pencemaran lingkungan dari aspek hukum lingkungan administrasi dilakukan oleh
aparatur pemerintah atau lebih konkrit pejabat yang berwenang mengeluarkan
izin. Sarana yang digunakan adalah pengawasan dan sanksi administratif.
Pengawasan adalah untuk mencegah secara
preventif terjadinya pencemaran lingkungan. Sedangkan sanksi adaministratif
adalah sarana pencegahan secara refresif terjadinya pencemaran lingkungan.
Pengawasan bertujuan untuk mencegah terjadinya
pencemarana dan atau perusakan Lingkungan. Dengan mekanisme pengawasan yang
baik dapat dicegah terjadinya pencemaran lingkungan. Hal yang demikian tentu
lebih baik dari pada penanggulang setelah terjadinya pencemaran lingkunga
sesuai dengan prinsif “lebih baik mencegah dari pada mengobati. Pengawasan yang
dilakukan pejabat pembuat izin lingkungan, harus memperhatikan dan melaksanakan
benar-benar persyarat mendapatkan izin. Karena persyaratan mendapatkan izin
merupakan instrument pencegahan terjadinya pencemaran lingkungan. Dalam hal ini
memberikan pengertian kepada kita wewenang pejabat pembuat izin lingkungan
bukan samapai pada penerbitan izin saja, akan tetapi kewenangannya masih
berlanjut pada ketaatan dalam menjalankan izin dalam rangka mencegah terjdainya
pencemaran lingkungan.
Dasar hukum pelaksanaan
pengawasan sebagai sarana pencegahan pencemaran lingkungan diatu dalam Pasal 71
s/d Pasal 75 UU PPLH yang berbuny sebagai berikut :
Pasal 71
1) Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan
pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas
ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat
mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada pejabat/instansi
teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
3) Dalam melaksanakan pengawasan, Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup
yang merupakan pejabat fungsional.
Pasal 72
Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan
pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap izin
lingkungan.
Pasal 73
Menteri dapat
melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
yang izin lingkungannya diterbitkan oleh pemerintah daerah jika Pemerintah
menganggap terjadi pelanggaran yang serius di bidang
perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 74
1) Pejabat
pengawas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3)
berwenang:
a.
melakukan pemantauan;
b.
meminta keterangan;
c.
membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat
catatan yang diperlukan;
d.
memasuki tempat tertentu;
e.
memotret;
f.
membuat rekaman audio visual;
g.
mengambil sampel;
h.
memeriksa peralatan;
i.
memeriksa instalasi dan/atau alat
transportasi; dan/atau
j.
menghentikan pelanggaran tertentu.
2) Dalam
melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas lingkungan hidup dapat melakukan
koordinasi dengan pejabat penyidik pegawai negeri sipil.
3) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
dilarang menghalangi pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup.
Pasal 75
Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pengangkatan pejabat pengawas lingkungan hidup dan
tata cara pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3),
Pasal 73, dan Pasal 74 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Setlah aspek
pengawasan berikutnya adalah aspenk sanksi administrasi. Sanksi administrasi
merupakan tindak lanjut dari pengawasan. Apabila pejabat pembuat izin menemukan
pelanggaran atas syarat izin dalam menjalankan izin, maka pejabat pembuat izin
berhak memberikan sanksi administratif untuk mengakhiri pelanggaran tersebut.
Sangsi
administratif adalah sarana kekuasaan
yang bersifat hukum public yang dapat diterapkan oleh penguasa terhadap mereka
yang tidak menaati ketentuan norma hukum administrasi.[15]
Sifat sanksi adminitrasi adalah reparatoir
artinya memulihkan keadaan semula.[16]
Sanksi administrasi memiliki fungsi instrumental , yaitu pencegahan dan
penanggulangan perbuatan terlarang dan terutama yang ditujukan terhadap
perlindungan kepentingan yang dijaga oleh ketentuan yang dilanggar tesebut.[17]
Sanksi administrasi berfungsi sebagai instrumentum untuk menanggulangi perbuatan-perbuatan terlarang yang ditujukan
untuk melindungi kepentingan lingkungan dan masyarakat. Kepentingan mana memang
dijaga oleh peraturan yang bersangkutan dilanggar.[18]
Dasar hukum
pemberlakuan penerapan sanksi administrasi diatu dalam ketentuan pasal 76 s/d
pasal 83 UU PPLH yang menyatakan sebagai berikut :
Pasal 76
1) Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan
pelanggaran terhadap izin lingkungan.
2) Sanksi administratif terdiri atas:
a.
teguran tertulis;
b.
paksaan pemerintah;
c.
pembekuan izin lingkungan; atau
d.
pencabutan izin lingkungan.
Pasal 77
Menteri dapat
menerapkan sanksi administrative terhadap penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan jika Pemerintah menganggap pemerintah daerah secara sengaja tidak
menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang serius dibidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 78
Sanksi
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 tidak membebaskan penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan pidana.
Pasal 79
Pengenaan sanksi
administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf c dan huruf d dilakukan apabila
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintah.
Pasal 80
1) Paksaan
pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf b berupa:
a.
penghentian sementara kegiatan produksi;
b.
pemindahan sarana produksi;
c.
penutupan saluran pembuangan air limbah atau
emisi;
d.
pembongkaran;
e.
penyitaan terhadap barang atau alat yang
berpotensi menimbulkan pelanggaran;
f.
penghentian sementara seluruh kegiatan; atau
g.
tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan
pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.
2) Pengenaan
paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila pelanggaran
yang dilakukan menimbulkan:
a.
ancaman yang sangat serius bagi manusia
dan lingkungan hidup;
b.
dampak yang lebih besar dan lebih luas jika
tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya; dan/atau
c.
kerugian yang lebih besar bagi lingkungan
hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya.
Pasal 81
Setiap
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah
dapat dikenai denda atas setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah.
Pasal 82
1) Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota berwenang untuk memaksa penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan untukmelakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya.
2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berwenang
atau dapat menunjuk pihak ketiga untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup
akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya atas
beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 83
Ketentuan lebih
lanjut mengenai sanksi administratif diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Sarana
penyelesaian kasus pencemaran lingkungan melalui huku lingkungan administrasi dapat juga diselesaikan secara perseorangan
atau badan hukuam perdata dengan cara mengajukan gugatan terhadap izin lingkungan yang menimbulkan
pencemaran lingkungan. Gugatan oleh perseorangan atau badan hukum perdata yang
merasa dirugikan diajukan kepengadilan tata usaha negara yang berisiakan
tuntutan agar izin yang dikeluarkan
pejabat pembuat izin dibatalkan atau dinyatakan tidak syah oleh hakim. Sehingga
pencemaran cepat dihentikan akibat izin lingkungan yang tidak cermat.
Gugatan terhadap
izin lingkungan melalui pengadilan tata usaha negara mengacu kepada hukum acara
tata usaha negara yaitu ketentuan UU No. 51 tahun 2009 perubahan kedua atas UU
No. 5 Tahun 1986 tetang peradilan tata usaha negara.
BAB IV
PENUTUP
N. KESIMPULAN
Sesuai
dengan pemaparan diatas, maka dapat kami simpulkan sebagai berikut:
v Dalam
upaya pelestarian lingkungan diperlukan adanya koordinasi antara kesadaran
Individu, Masyarakat, dan semua pihak agar dapat bersinergi dengan kehidupan
lingkungan yang selaras, serasi dan seimbang dalam satu ekosistem makhluk
hidup.
v Setiap
orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Karena lingkungan merupakan
menyangkut keseluruhan kehidupan masyarakat dan alam semesta yang sehat.
lingkungan hidup yang sehat dan bersih merupakan hak asasi setiap manusia yang
dilindungi oleh negara.
v Dalam
penegakan sanksi sesuai dengan UU PLH, Penyelesaian kasus pencemaran lingkungan
harus dilakukan baik dengan pengawasan maupun sanksi administrative yang dimuat
dalam Undang-undang dengan tujuan
memberikan pengertian kepada kita dalam mencegah pencemaran lingkungan.
v Adanya
sanksi pidana dan administrsi merupakan ketentuan norma hukum lingkungan yang
memaksa setiap individu dan atau kelompok untuk mejaga keseimbangan lingkungan.
O. PENUTUP
Demikianlah
makalah ini kami buat untuk memenuhi persyaratan mendapatkan Nilai hukum
Lingakungan, mudah-mudahan dapat memberikan
menfaat bagi kami dan pembaca secara teori akademis dan yuridis empiris.
Bila ada kekurangan dan kejanggalan dalam penulisan makalah kami ini, kami
mengucapkan mohon maaf yang besar-besaranya. Besar harapan kami para pembaca
memberikan keritik dan saran yang membengun terhadap makalah kami untuk
meningkatkan kemampuan kami dalam menulis dan sebagai bahan evaluasi kami untuk
memperbaik dalam penulisan tugas-tugas makaslah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. peranan manusia dan vegetasi dalam kelestarian alam oleh hadisaputro :
kompas 13 oktober 1978
3. UU no. 32 tahun 2009
4. Hal. 21 Pengantar Ilmu Hukum oleh Prof. Mr.
L. J. Van Alpeldorn terbitan Pradnya Paramita cetakan 11 tahun 1971.
5. Hukum lingkungan
Indonesia oleh emil salim
6. Modul peretmuan
pertama FH UP.
7. Salinan UU No. 32
tahun 2009
8. Makalah Dr. Ayi
Bahtiar disampikan di aula kecamatan Rancae kabupaten Bandung dalm kegiatan
pengabdian terhadapa masyarakat .
9. Paulus effendi
lotulung; penelitian tentang efektifitas sanksi administrasi dalam rangka
penegakan huku lingkungan sebagai upaya pengahan pencemaran lingkungan. Badan
pembinaan hukum nasional departemen kehakiman 1995/1996 hal 1.
10. Philipus Mhadjon,
pengantar ilmu administrasi negara, Universitas gajah mada Yogyakarta.
11. Siti sundari
rangkuti; inovasi hukum lingkungan.
[1] peranan manusia dan vegetasi dalam kelestarian
alam oleh hadisaputro : kompas 13 oktober 1978
[4]
Salinan UU no. 32 tahun 2009
[5]
Hal. 21 Pengantar Ilmu Hukum oleh Prof. Mr. L. J. Van Alpeldorn terbitan
Pradnya Paramita cetakan 11 tahun 1971.
[6]
Hukum lingkungan Indonesia oleh emil salim
[7]
Salianan UU No. 32 tahun 2009
[8]
Ibid.
[9]
Penjelsan UU No. 32 tahun 2009
[10]
Modul peretmuan pertama FH UP.
[11]
Salinan UU No. 32 tahun 2009
[12]
Makalah Dr. Ayi Bahtiar disampikan di aula kecamatan Rancae kabupaten Bandung
dalm kegiatan pengabdian terhadapa masyarakat .
[13]
ibid
[14]
Makalah Dr. Ayi Bahtiar disampikan di aula kecamatan Rancae kabupaten Bandung
dalm kegiatan pengabdian terhadapa masyarakat .
[15]
Paulus effendi lotulung; penelitian tentang efektifitas sanksi administrasi
dalam rangka penegakan huku lingkungan sebagai upaya pengahan pencemaran
lingkungan. Badan pembinaan hukum nasional departemen kehakiman 1995/1996 hal
1.
[16]
Philipus Mhadjon, pengantar ilmu administrasi negara, Universitas gajah mada
Yogyakarta.
[17]
Siti sundari rangkuti; inovasi hukum lingkungan.
[18]
Paulus effendi lotulung, op cip, hal 2
Posting Komentar