Oleh Baginda Ali Zubeir Hasibuan
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Karakteristik
usaha sektor pertanian, khususnya subsektor budidaya dan pembibitan sapi,
dianggap berisiko tinggi karena bersifat biologis yang rentan terhadap serangan
penyakit dan kematian, sehingga dapat menyebabkan kerugian. Alasan ini
mengakibatkan masih rendahnya penyaluran kredit di sektor usaha peternakan
sapi. “Oleh sebab itu, sudah selayaknya usaha peternakan ini mendapat perhatian
khusus untuk meminimalisir risiko melalui manajemen risiko dalam bentuk
asuransi,”[1]
untuk menunjang pertumbuhan indutri peternakan sapi di Indonesia. Dengan terminimimalisirnya
Resiko tentu peluang dalam mengembangkan industry pertenakan sapi dalam negeri
semakin besar.
Asuransi
merupakan upaya untuk mengurangi risiko kredit yang dihadapi oleh perbankan.
Kalau risiko kredit menurun dan ternaknya bisa produksi dengan baik, tentu ini
akan menjadi suatu dorongan yang besar, baik untuk petani maupun industri
perbankan," [2]
terutama dalam perngembangan peluang
keuntungan usaha perternakan sapi diindonesia, dengan mendapatkan
kucuran kredit dari perbankkan. Di samping itu dengan dibangunnya Asuransi
Peternakan kredit yang diberikan oleh perbankkan juga terjamin dari
resiko-resiko Usaha dalam bidang peternakan.
Data
Bank Indonesia posisi Agustus 2013 menunjukkan bahwa kredit Bank Umum untuk
sektor Pertanian mencapai Rp158,5 triliun, termasuk kredit pada subsektor
Peternakan Budidaya yang mencapai Rp11,7 triliun atau 7,35%. Di sisi lain,
kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sektor pertanian mencapai Rp43,73
triliun termasuk kredit pada subsektor Peternakan Budidaya yang mencapai Rp6,5
triliun atau 14,95%. [3]
Hal
inilah yang melatar belakangi kami kelompok 3 dalam menulis Makalah yang
Berjudul “Asuransi Peternakan” untuk
diajukan sebagai persyaratan mendapatkan Nilai Mata kuliah Hukum Asuransi
difakultas Hukum Universitas Pamulang.
B. Rumusan
Masalah
Untuk
menghidarkan melebar atau menyempitnya pembahasan yang mebuat kaburnya fokus
pembahasan makalah. Maka dalam penulisan makalah ini, penulis hanya berfokus
pada masalah yang dirumuskan sebagai berikut :
a.
Polis
apakah yang ditawarkan Asuransi Peternakan dalam menanggulangi resiko..?
b.
Bagaimana
pelaksanaan Klaim Asuransi Peternakan dalam menanggulangi resiko kredit
perbankkan…?
c.
C. Tujuan
Penulisan Makalah
1.
Tujuan
Praktis
Dalam penulisan makalah ini penulis
bertujuan memenuhi persyaratan mendapatkan nilai Hukum Asuransi difakultas
hokum Universitas Pamulang.
2.
Tujuan
Akademis
Dalam penulisan Makalah ini, penulis
bertujuan mengembangkan wawasan, pengetahuan dan tambahan referensi bagi
kelompok kami, tentang Teori-teori “Hukum
Asuransi”
D.
Landasan
Teori
1. Teori
Pengalihan Resiko
Tertanggung Mengadakan
asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaan atau
jiwanya. Dengan Membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi
(penanggung), Sejak itu pula risiko beralih kepada penanggung. Apabila Sampai
berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa yang merugikan,
penanggung beruntung memiliki dan menikmati premi yang telah diterimanya dari
tertanggung.
2. Pembayaran Ganti Kerugian
Tertanggung
Mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang
sungguh- sungguh diderita. Jika Pada suatu ketika sungguh-sungguh terjadi
peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko Berubah menjadi kerugian), maka
kepada tertanggung yang bersangkutan akan dibayar ganti kerugian seimbang
dengan jumlah asuransinya. Kerugian Yang diganti oleh penanggung itu hanya
sebagian kecil dari jumlah premi yang diterima dari seluruh tertanggung.
a. Hak-hak Tertanggung
ü menerima
polis;
ü mendapat
ganti kerugian bila terjadi peristiwa itu;
ü hak-hak
lainnya sebagai imbalan dari kewajiban penanggung.
b. Kewajiban dari Tertanggung
ü membayar
preminya;
ü memberitahukan
keadaan-keadaan sebenarnya mengenai barang yang dipertanggungkan;
ü mencegah
agar kerugian dapat dibatasi;
ü Kewajiban
khusus yang mungkin disebut sebagai polis.
Penanggung,
verzekeraar, asuradur, penjamin ialah mereka yang dengan mendapat premi,
berjanji akan mengganti kerugian atau membayar sejumlah uang yang telah
disetujui, jika terjadi peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya, yang
mengakibatkan kerugian bagi tertanggung, Jadi Penanggung adalah sebagai subyek
yang berhadapan dengan (lawan dari), tertanggung. Dan yang biasanya menjadi
penanggung adalah suatu badan usaha yang memperhitungkan untung rugi dalam
tindakan-tindakannya.[4]
BAB
II
PELAKSANAAN
POLIS DAN PREMI DALAM ASURANSI PETERNAKAN
A.
PENGERTIAN
ASURANSI
Istilah
asuransi dalam bahasa Belanda adalah Verzekering dan dalam bahasa
Inggris adalah Insurance yang berarti jaminan atau pertanggungan.
Penulis-penulis Indonesia yang mempergunakan istilah pertanggungan yaitu
Soekardono dan Subekti, selanjutnya Wirjono Prodjodikoro untuk pertanggungan
dipakai istilah asuransi.
Asuransi
adalah pertanggungan, persetujuan dalam mana penanggung menjanjikan kepada yang
mempertanggungkan akan mengganti kerugian, yang disebabkan oleh suatu peristiwa
(yang disebut dalam perjanjiannya) masa depan yang lebih dahulu tidak dapat
dipastikan. Untuk jaminan ini orang yang mempertanggungkan harus membayar
sejumlah uang yang disebut premi kepada penanggung.[5]
Istilah
assurantie di Indonesiakan menjadi asuransi. Istilah asuransi lebih
banyak dikenal dan dipakai dalam praktek perusahaan pertanggungan sehari-hari.
Asuransi adalah Perjanjian. Penegasan bahwa asuransi merupakan suatu perjanjian
yang dibuat antar pihak penanggung jawab dengan tertanggungnya, diatur dalam
Pasal 246 Kitab Undangundang Hukum Dagang (KUHD).[6]
Menurut
Pasal 1 Sub 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992, Asuransi atau Pertanggungan
adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.[7]
Menurut
R green (Prinsif of InsuRance) sebaagaimana
dikutip oleh Imam Musjab, Asuransi adalah
Unit ekonomi yang menanggulangi resiko dengan cara menggabungkan
beberapa pihak yang memiliki situasi yang sama. Dalam menghadapi suatu kerugian
keuangan. Yang timbul secara tidak diduga kedalam suatu pengelolaan.[8]
Mengenai
hal ini, Emmy Pangaribuan Simanjuntak tidak sependapat apabila perjanjian asuransi
digolongkan ke dalam perjanjian untung-untungan. Dikatakannya bahwa dalam
banyak hal ketentuan dalam Pasal 1774 KUHPerdata itu tidak tepat, sebab didalam
perjanjian untung-untungan itu para pihak secara sengaja dan sadar menjalani
suatu kesempatan untung-untungan dengan prestasi secara timbal balik tidak
seimbang. Perjanjian yang demikian ini dilarang oleh undang-undang apabila itu
merupakan suatu permainan atau perjudian dan undang-undang tidak akan
memberikan perlindungan kepadanya (Pasal 1778 KUHPerdata). Yang dibolehkan
hanya mengenai perjanjian asuransi (Pasal 1775-Pasal 1787 KUHPerdata). Alasan
lainnya adalah bahwa dalam perjanjian asuransi, penanggung didalam
mempertimbangkan resiko yang akan ditanggungnya, ia juga menerima suatu kontra
prestasi yang disebut premi dari tertanggung. Dengan mengutip pendapat Mr. T.
J. Dorhout Mees yang mengatakan bahwa Pasal 1774 KUHPerdata yang memasukkan
perjanjian asuransi ke dalam perjanjian untung-untungan hanyalah dalam arti
bahwa besarnya kewajiban penanggung dalam asuransi itu akan ditentukan oleh
kejadian-kejadian yang kemudian akan terjadi, maka hal itu lebih memperkuat
pendapatnya bahwa tidak tepat dikatakan bahwa asuransi termasuk ke dalam
perjanjian untung-untungan.[9]
D.
Sutanto, mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan asuransi adalah peniadaan
resiko kerugian yang datangnya tak terduga sebelumnya yang menimpa seseorang
dengan cara menggabungkan sejumlah besar orang atau manusia yang menghadapi
resiko yang sama dan mereka itu membayar premi yang besarnya cukup untuk
menutup kerugian yang mungkin menimpa orang diantara mereka.[10]
Wirjono
Prodjodikoro, mengemukakan bahwa Asuransi (verzekering) yang berarti
pertanggungan. Dalam asuransi terlibat dua pihak, yang satu sanggup akan
menanggung atau menjamin, bahwa pihak lain akan mendapat penggantian dari suatu
kerugian, yang mungkin akan diderita selaku akibat dari suatu peristiwa, yang
semula belum tentu akan terjadinya atau semula belum dapat ditentukan saat akan
terjadinya.[11]
Dari
defenisi diatas dapatlah kita ketahui, pada dasarnya asuransi merupakan suatu
perjanjian yang mengikat timbale-balik diaman dilandasi unsure-unsur sebagai
berikut :
1) Asuransi
itu pada asasnya adalah suatu perjanjian kerugian (schade verzekering)
atau indemniteits contract.
2) Adanya
pihak-pihak yaitu pihak penanggung dan pihak tertanggung.
3) Asuransi
itu merupakan perjanjian bersyarat.
4) Adanya
premi yang dibayar oleh tertanggung.
B.
SEJARAH
HUKUM ASURANSI
Bisnis asuransi masuk ke Indonesia pada waktu penjajahan Belanda dan
negara kita pada waktu itu disebut Nederlands Indie. Keberadaan asuransi di
negeri kita ini sebagai akibat berhasilnya Bangsa Belanda dalam sektor perkebunan
dan perdagangan di negeri jajahannya. Untuk menjamin kelangsungan usahanya,
maka adanya asuransi mutlak diperlukan.
Dengan demikian usaha pera.suransian di Indonesia dapat dibagi dalam dua
kurun waktu, yakni zaman penjajahan sampai tahun 1942 dan zaman sesudah Perang Dunia
II atau zaman kemerdekaan. Pada waktu pendudukan bala tentara Jepang selama
kurang lebih tiga setengah tahun, hampir tidak mencatat sejarah perkembangan.
Perusahaan-perusahaan asuransi yang ada di Hindia Belanda pada zaman penjajahan
itu adalah :
1)
Perusahaan-perusahaan
yang didirikan oleh orang Belanda.
2)
Perusahaan-perusahaan
yang merupakan Kantor Cabang dari
Perusahaan Asuransi yang berkantor pusat di Belanda, Inggris dan dinegeri
lainnya. Dengan sistem monopoli yang dijalankan di Hindia Belanda, perkembangan
asuransi kerugian di Hindia Belanda terbatas pada kegiatan dagang dan
kepentingan bangsa Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya. Manfaat dan
peranan asuransi belum dikenal oleh masyarakat, lebih-lebih oleh masyarakat
pribumi. Jenis asuransi yang telah diperkenalkan di Hindia Belanda pada waktu
itu masih sangat terbatas dan sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran
dan pengangkutan. Asuransi kendaraan bermotor masih belum memegang peran,
karena jumlah kendaraan bermotor masih sangat sedikit dan hanya dimiliki oleh
Bangsa Belanda dan Bangsa Asing lainnya. Pada zaman penjajahan tidak tercatat
adanya perusahaan asuransi kerugian satupun. Selama terjadinya Perang Dunia II
kegiatan perasuransian di Indonesia praktis terhenti, terutama karena
ditutupnya pemsahaanperusahaan asuransi milik Belanda dan Inggris
C.
LANDASAN
HUKUM
Pelaksanaan asuransi
pertanian merupakan amanat dari undang-undang nomor 19 tahun 2013 tentang
perlindungan dan pemberdayaan petani pasal 37 ayat (1) yang berbunyi
“Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban
melindungi usaha tani yang dilakukan oleh petani dalam bentuk asuransi
pertanian”. Asuransi pertanian dilakukan untuk melindungi petani dari kerugian
gagal panen akibat:
a) bencana
alam,
b) serangan
organisme pengganggu tumbuhan,
c) wabah
penyakit hewan menular,
d) dampak
perubahan iklim, dan/atau
e) jenis
risiko lain yang diatur dengan Peraturan Menteri.
Pemerintah dan
Pemerintah Daerah (Pemda) sesuai dengan kewenangannya berkewajiban memfasilitasi
setiap Petani untuk menjadi peserta asuransi pertanian. Kewajiban pemerintah ini
diatur di pasal 39. Fasilitas dimaksud meluputi:
a) kemudahan
pendaftaran untuk menjadi peserta,
b) kemudahan
akses terhadap perusahaan asuransi,
c) sosialisasi
program asuransi terhadap petani dan perusahaan asuransi, dan/atau bantuan
pembayaran premi.
Yang dimaksud bantuan
pembayaran premi disini adalah pembayaran premi untuk membantu dan mendidik
petani dalam mengikuti asuransi pertanian dengan memperhatikan kemampuan keuangan
negara.
D.
PRINSIF-PRINSIP
ASURANSI
Beberapa prinsip dasar
yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan asuransi, diantaranya:
1) Indemnity
(ganti
rugi).
Apabila
obyek yang diasuransikan terkena musibah, penanggung bersedia untuk membayar
ganti rugi tidak lebih dari nilai aktual yang harus ditanggung oleh
tertanggung. Dalam hal ini tujuan asuransi adalah untuk mengembalikan posisi
ekonomi tertanggung sama saat kerugian belum terjadi dan tertanggung tidak
memperoleh keuntungan dari adanya kerugian tersebut.
2) Insurable
interest (kepentingan yang dipertanggungkan).
Seseorang
dikatakan memiliki kepentingan atas obyek yang diasuransikan apabila seseorang
menderita kerugian keuangan seandainya terjadi musibah yang menimbulkan kerugian
atau kerusakan atas obyek tersebut. Kepentingan keuangan ini memungkinkan seseorang
mengasuransikan harta benda atau kepentingan anda.
3) Utmost
good faith (kejujuran sempurna).
Dimana nilai kejujuran
dijunjung tinggi dalam asuransi. Pihak tertanggung berkewajiban memberitahukan
dengan jelas dan teliti terkait segala hal yang berkaitan dengan obyek yang
diasuransikan. Prinsip inipun menjelaskan risiko-risiko yang dijamin maupun yang
dikecualikan, segala persyaratan dan kondisi pertanggungan secara jelas serta
teliti.
4)
Subrogation (subrogasi).
Prinsip subrogration
(perwalian) ini berkaitan dengan suatu keadaan dimana kerugian yang dialami
tertanggung merupakan akibat dari kesalahan pihak ketiga (orang lain). Prinsip
ini memberikan hak perwalian kepada penanggung oleh tertanggung jika melibatkan
pihak ketiga. Dengan kata lain, apabila tertanggung mengalami kerugian akibat
kelalaian atau kesalahan pihak ketiga, maka penanggung setelah memberikan ganti
rugi kepada tertanggung, akan mengganti kedudukan tertanggung dalam mengajukan tuntutan
kepada pihak ketiga tersebut.
5)
Proximate cause (sebab
akibat yang berantai).
Apabila kepentingan
yang diasuransikan mengalami musibah atau kecelakaan, penanggung pertama-tama
akan mencari sebab-sebab yang aktif dan efisien yang menggerakkan suatu
rangkaian peristiwa tanpa terputus sehingga pada akhirnya terjadilah musibah
atau kecelakaan tersebut.
6)
Contribution (kontribusi).
Harta benda yang sama
dapat diasuransikan pada beberapa perusahaan asuransi. Namun bila terjadi
kerugian atas obyek yang diasuransikan maka secara otomatis berlaku prinsip kontribusi.
Dimana apabila penanggung telah membayar penuh ganti rugi yang menjadi hak
tertanggung, maka penanggung berhak menuntut perusahaan-perusahaan lain yang terlibat
suatu pertanggungan (secara bersama-sama menutup asuransi harta benda milik tertanggung)
untuk membayar bagian kerugian masing-masing yang besarnya sebanding dengan
jumlah pertanggungan yang ditutupnya. Prinsip ini tidak berlaku bagi asuransi jiwa
dan asuransi kecelakaan diri yang berkaitan dengan meninggal dunia atau cacat tetap.
7)
The law of large numbers (hukum
bilangan besar)
Menurut hukum bilangan
besar, semakin banyak observasi yang dilakukan atas suatu peristiwa semakin
besar kemungkinannya bahwa observasi tersebut menghasilkan estimasi
probabilitas yang benar. Sehingga perusahaan asuransi dapat menetapkan besarnya
nilai kerugian dan menetapkan nilai premi yang layak serta siap membayar
klaim.
E.
DEKSKRIPSI
SAPI YANG DAPAT DIASURANSIKAN
Kriteria
sapi yang bisa diasuransikan dalam
mendukung pertubuhan Peternakan di indoensia Natara lain ;
1) Sapi
perah dan sapi potong
2) Terdaftar
yang dibuktikan dengan eartag (anting) / microchip
3) Usia
produktif (15 bulan-8 tahun) Dinyatakan sehat dengan surat keterangan sehat
dari dokter hewan.
Di samping penetuan criteria sapi, dalam
menajalankan asuran pihak penanggung juga menentuakan Kriteria peternak yang
menjadi peserta asuransi ialah :
1) Peternak
sapi yang bergabung dalam kelompok ternak aktif dan mempunyai pengurus lengkap.
2) Peternak
bersedia mengikuti anjuran teknis sesuai rekomendasi manajemen usaha ternak
yang baik.
3) Peternak
bersedia mengikuti aturan asuransi ternak sapi, termasuk membayar premi
F.
SKEMA
PELAKSANAAN ASURANSI PETERNAKAN SAPI
Berikut
ini hal-hal yang perlu diketahui mengenai asuransi ternak sapi, yaitu:
Bank Indonesia dan Kementrian Pertanian,
bersama perusahaan asuransi meluncurkan skema asuransi ternak sapi di Kantor
Bank Indonesia Jakarta (Rabu, 23/10/13). Dengan asuransi ternak sapi,
diharapkan akses pelaku usaha sektor pertanian atas sumber pembiayaan akan
meningkat.
1. Apa
itu ATS?
Jawab: Asuransi Ternak Sapi (ATS) adalah perjanjian
antara perusahaan asuransi sebagai penanggung dengan peternak sebagai
tertanggung dengan menerima premi asuransi, penanggung akan memberikan
penggantian kerugian kepada tertanggung karena kematian sapi akibat penyakit,
kecelakaan dan melahirkan, dan kehilangan sapi, sesuai ketentuan dan
persyaratan Polis.
2. Apa
yang mendasari terbitnya Asuransi Ternak Sapi (ATS)?
Jawab: Berdasarkan amanah dari UU Perlindungan
dan Pemberdayaan Petani (P3) bahwa dalam rangka melindungi usaha petani
(peternak) pemerintah (Direktorat Jenderal Peternakan-Kementan) membentuk
asuransi pertanian melalui Asuransi Ternak Sapi (ATS). Ijin produk ATS telah
dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tanggal 27 Februari 2013
dengan nomor S-578/NB.11/2013. Sebagai turunan dari UU P3 Kementerian Pertanian
sedang menggodok Permentan Asuransi Pertanian dan Petunjuk Pelakasanan Asuransi
Ternak Sapi.
3. Lembaga
Apa yang menangani ATS ini?
Jawab: Produk Asuransi Sapi ini dipasarkan
melalui Konsorsium Asuransi Ternak Sapi (KATS), yang diketuai PT Asuransi Jasa
Indonesia (Persero). Anggota KATS adalah :
PT. Asuransi Bumiputera
Muda 1967
PT. Asuransi Tri
Pakarta
PT. Asuransi Raya
4. Berapa
Premi ATS dan apa saja manfaat ATS?
Jawab: Untuk mengikuti Asuransi Ternak Sapi,
peternak harus membayar premi suransi
Ternak Sapi. Sumber pembiayaan premi yang sudah berjalan saat ini adalah
swadana atau dari peternak. Besarnya premi adalah 2% dari harga pertanggunggan.
Harga pertanggungan adalah harga nominal perolehan sapi tanpa penambahan biaya
lainnya yang disepakati oleh tertanggung dan penanggung, sehingga apabila
terjadi klaim nantinya harga tersebut dapat untuk membeli sapi kembali. Melalui
Asuransi Ternak Sapi, pemilik akan diganti bila ternak sapi yang diasuransikan
nantinya mati karena penyakit, kecelakaan, dan melahirkan. Ada pula penggantian
untuk resiko kehilangan ternak sapi tersebut. Dimana Polis asuransi ternak sapi
berlaku secara tahunan, dimulai sejak tanggal akad polis. Jangka waktu
pertanggungan dan tanggal mulainya diuraikan pada Ikhtisar Polis.
Sebagai Contoh:
v Untuk
Sapi potong, premi Asuransi Ternak Sapi adalah Rp.200.000 per ekor dari harga
pertanggungan induk Rp.10.000.000 per ekor.
v Untuk
sapi perah, premi Asuransi Ternak Sapi adalah Rp. 300.000 per ekor per tahun
dari harga pertanggungan induk Rp.15.000.000 per ekor
5. Jelaskan
Skema pelaksanaan ATS?
Jawab: berdasarkan sumber pembiayaan premi ATS
terdapat tiga skema yakni:
Swadana: Sumber premi
berasal dari peternak. Pada sistem ini perusahaan asuransi langsung berhubungan
dengan peternak.
Pemerintah APBN/APBD
yaitu perusahaan asuransi langsung berhubungan dengan kementerian keuangan
untuk menagih premi. Sistem yang dipakai seperti kredit program, pelaku
dibebani 2% sedngakan 80% ditanggung oleh APBN/APBD dengan KPA di Kemenetrian
keuangan. Sistem kredit yang dimasukan ke dalam rencan definitive Kebutuhan
–(RDK) skema kredit Program (KUPS, KKPE).
Kemitraan (CSR/PKBL)
Perbankan: Jika
perserta asuransi mendapatkan fasilitas pembiayaan dari perbankan atau lembaga
keuangan lainnya.
Kriteria Calon
tertanggung sebagai peserta ATS dan apa syaratnya?
Jawab: Semua pelaku peternakan bisa mengakses
asuransi kepada KATS dengan syarat:
1) Memiliki
sapi;
2) Membayar
premi;
3) Sapi
usia produktif (15 bulan – 8 tahun);
4) Surat
keterangan sehat ternak yang akan diasuransikan dikeluarkan oleh dokter
hewan/pertugas yang berwenang;
5) Sapi
memiliki identitas.
6. Bagaimana
Prosedur pengajuan ATS?
Jawab: Gambar prosedur pengajuan asuransi
ternak sapi.
BAB
III
KESIMPULAN
DAN PENUTUP
I.
KESIMPULAN
a. Bahwa
Istilah asuransi dalam bahasa Belanda adalah Verzekering dan dalam
bahasa Inggris adalah Insurance yang berarti jaminan atau pertanggungan.
Penulis-penulis Indonesia yang mempergunakan istilah pertanggungan yaitu
Soekardono dan Subekti, selanjutnya Wirjono Prodjodikoro untuk pertanggungan
dipakai istilah asuransi.
b.
Bisnis
asuransi masuk ke Indonesia pada waktu penjajahan Belanda dan negara kita pada
waktu itu disebut Nederlands Indie. Keberadaan asuransi di negeri kita ini sebagai
akibat berhasilnya Bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan perdagangan di
negeri jajahannya. Untuk menjamin kelangsungan usahanya, maka adanya asuransi
mutlak diperlukan.
c. Pelaksanaan
asuransi pertanian merupakan amanat dari undang-undang nomor 19 tahun 2013 tentang
perlindungan dan pemberdayaan petani pasal 37 ayat (1) yang berbunyi
“Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban
melindungi usaha tani yang dilakukan oleh petani dalam bentuk asuransi
pertanian”.
a. Bahwa dalam pelaksanaan Asuransi Peternakan yang menjadi tertanggu adalah sapi ternak dan atau sapi Perah.
b. Bahwa dalam pelaksanaan Asuransi Perternakan Juga di adakan perjanjian pertanggungan antara Peternak dengan penanggung dengan menggunakan Sertifikan identitas Sapi yang dikeluarkan Oleh dokter Hewan.
c. Bahwa dalam melaksanakan asuransi pertnakan Premi yang harus debayarkan Pihak Sebesar 2% dari harga sapi. Dan dapat dimintakan prestasi dari pihak penanggung apabila sapi yang diasuransikan mati karena penyakit, Tabrakan atau sebab-sebab yang diperjanjikan dalam Polis yang dipertanggungkan.
a. Bahwa dalam pelaksanaan Asuransi Peternakan yang menjadi tertanggu adalah sapi ternak dan atau sapi Perah.
b. Bahwa dalam pelaksanaan Asuransi Perternakan Juga di adakan perjanjian pertanggungan antara Peternak dengan penanggung dengan menggunakan Sertifikan identitas Sapi yang dikeluarkan Oleh dokter Hewan.
c. Bahwa dalam melaksanakan asuransi pertnakan Premi yang harus debayarkan Pihak Sebesar 2% dari harga sapi. Dan dapat dimintakan prestasi dari pihak penanggung apabila sapi yang diasuransikan mati karena penyakit, Tabrakan atau sebab-sebab yang diperjanjikan dalam Polis yang dipertanggungkan.
II.
PENUTUP
Demikianlah isi makalah kami, dalam
penulisan makalah ini masih banyak kekurangan disana-sini. Atas kekurangan
penulis besar karapan kami teman-teman dapat memberikan masukan berupa saran
dan keritik, sebagai acuan penulis dalam meningkatkan kualitas tulisan dan
pembelajaran. Atas saran dan kritik pembaca kami ucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya.
Daftar
Pustaka
1.
http://www.tempo.co/read/news/2013/10/23/087523998/4-Perusahaan-Asuransi-Layani-Asuransi-Sapi-Ternak
3.
R.
Ali Ridho, 1992, HUKUM DAGANG Tentang Prinsip dan fungsi Asuransi dalam
lembaga keuangan, Pasar Modal, Lembaga Pembiayaan Modal Ventura dan Asuransi
Haji, Alumni, Bandung, halaman 390.
4.
Ensiklopedia
Umum, Yayasan Kanisius, Yogyakarta, 1977, hal. 101
5.
Kitab
Undang-undang Hukum dagang
6.
Salinan
Undang-undang No.2 tahun 1992 tentang Asuransi
7.
Imam
Musjab, makalah ,Prinsif-prinsif Asuransi, 2011
8.
Emmy
Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, Yogyakarta, Seksi Hukum
Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1980, hal. 7 dan 8.
9.
D.
Sutanto, Ikhtisar Tentang Pengertian dan Perkembangan Asuransi Jiwa,
Jakarta, Yayasan Darmasiswa Bumi Putera 1912, 1995, hal. 1.
[3]
Ibid
[4]
R. Ali
Ridho, 1992, HUKUM DAGANG Tentang Prinsip dan fungsi Asuransi dalam lembaga keuangan,
Pasar Modal, Lembaga Pembiayaan Modal Ventura dan Asuransi Haji, Alumni,
Bandung,
halaman 390.
[5]
Ensiklopedia Umum, Yayasan Kanisius, Yogyakarta, 1977, hal. 101
[6]
Kitab Undang-undang Hukum dagang
[7]
Salinan Undang-undang No.2 tahun 1992 tentang Asuransi
[8] Imam Musjab, makalah
,Prinsif-prinsif Asuransi, 2011
[9]
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, Yogyakarta, Seksi
Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1980, hal. 7 dan 8.
[10]
D. Sutanto, Ikhtisar Tentang Pengertian dan Perkembangan Asuransi Jiwa,
Jakarta, Yayasan Darmasiswa Bumi Putera 1912, 1995, hal. 1.
[11]
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Indonesia, Jakata, Intermasa, 1982,
hal. 5.
Posting Komentar