Headlines News :
Home » » Renungan Mahasiswa

Renungan Mahasiswa

Written By Unknown on Selasa, 07 Mei 2013 | 07.37


Sabtu, 9 Maret 2013 Oleh TiKa D Pangastuti

Yang aku rasakan saat ini adalah aku tak takut menghadapi gejolak apapun. Aku beranggapan suatu saat akan mengalami kematian. Tapi apa yang sudah kita berikan untuk hidup ini, amal baik dengan perbuatan baik? Mengerjakan perintah Tuhan? Bersenang-senang? Memenuhi nafsu? Atau menuntut ilmu dan memberikan sumbangsih bagi kehidupan? Semua itu ada ditangan diri sendiri.
Yang pasti aku merasa siap menjalani hidup dengan cara yang berbeda dari orang kebanyakan. Aku belajar dari nol kecil yang tak menahu apa-apa perihal hakikat hidup dan kehidupan. Tujuan hidup sudah ku tentukan sedari aku masih sekolah dasar. Pada waktu tersebut aku berpikir kurang lebih seperti ini: aku harus tahu mengapa aku hidup. Yang kedua aku mesti belajar banyak tentang ilmu. Karna sudah 20 tahun aku hidup, aku pernah mempelajari semua agama yang dianut orang. Kecuali paham animisme dan dinamisme, yang mana aku belum tertarik untuk mengetahui. Selain itu kelebihanku adalah punya motivasi tinggi untuk belajar, mencoba dan berpikir. Yang ketiga, aku berprinsip bahwa aku harus Hablumminannas berhubungan baik dengan sesame, sebelum aku Hablumminallah berhubungan dengan sang pencipta. Tentu itu aku jalani secara selaras dengan perbuatanku. Tapi bukan berarti aku tak mengalami kesulitan. Yang menjadi tantanganku ketika aku mencoba merasionalisasi dengan keadaan di sekitarku mulai dari tempat tinggal, di kelas, di kampus bahkan di pertemananku sendiri. Aku sudah pasti dikatakan orang yang tidak jelas, ya….menurut penilaian mereka itu. Entah mengapa aku sendiri juga tak terlalu memikirkan anggapan itu. Aku cenderung berprinsip “ini jalan hidup saya”. Aku berbagi pengalaman, keilmuan, kebersamaan dan belajar mengenai manusia dari teman-teman terdekatku yang secara penampilan tidak terlalu ‘kaya’. Tetapi pengalaman dan keilmuan mereka dalam menghadapi manusia dan gejolaknya sangat memotivasiku untuk terus istiqomah dan terus belajar. Dalam konteks ini belajar yang aku maksud bukanlah belajar pasif atau mentah sekedar dengan buku-buku, tetapi lebih kepada dialog antar manusia., yang kesemuanya itu aku dapat informasi tambahan dari buku-buku pengetahuan ilmiah, popular, mistika, logika dan dialektika.
Alhamdulilah…aku sampai dalam titik dalam berpikir itu. Tentu aku punya batas waktu hingga kapan aku belajar seperti ini. Karena seluruhnya apapun yang kita kerjakan akan dituntut pertanggung jawabannya didepan yang maha kuasa, sesuai keyakinanku. Aku belajar seperti ini bukan karena ikut-ikutan teman, gaya atau tidak punya teman. Justru berkat kemauanku sendiri yang dilandasi rasa ingin tahu dan aku ingin menerapkan jalan hidup yang sudah aku diskusikan dengan pemikiranku.
Upaya rasionalisasi yang aku maksudkan, tak semua orang mengerti dan menerima. Bahkan teman-temanku satu kelasku dan sebagian teman-teman mahasiswa. Ada rekan baikku satu kampus namun berbeda fakultas yang seirama dengan pemikiranku. Mereka yang tak mampu memahami rasionalisasi ku itu memang tercatat dalam nama mahasiswa/I di perguruan tinggi swasta ter’populer’ di tangerang selatan sebagai calon kaum intelektual, ketika aku bicara mengenai hakikat hidup dan ilmu kita di persembahkan untuk siapa, mereka menggeleng lugu pertanda tak tahu dan menganggapku ‘orang gila’. Padahal itu pertanyaan mendasar yang sekiranya sudah mamapu dijawab bagi penyandang status akademik. Aku heran dan gelisah ‘apa sih yang mereka cari dalam hidup ini?’ bukankah FILSAFAT mengajarkan kita mesti berpikir sampai pada hakikatnya?
Aku pribadi merupakan seorang muslim yang sangat menerapkan hablumminannas dan hablumminallah yang pernah Rasul ajarkan. Aku seorang  jawa asli dari darah keturunan ayah dan ibuku dari islam yang tak ortodoks yang ketiga aku merupakan hamba Allah yang masih belum sempurna. Aku sedari kecil sudah biasa dengan permasalahan dan cobaan. Aku perlahan menerima ittu semua dengan lapang dada, yang menjadikanku lebih bersyukur, berpikir dan mandiri.
Ibu….ingin aku menangis dipelukmu. Anakmu telah sampai pada hakikat yang kau ajarkan dulu  dengan cinta, kasih sayang dan kesederhanaan. Bukan dengan kemewahan yang kan membuatku lupa akan kuasa Tuhan.
Ayah….ingin aku memelukmu. Anak perempuanmu sedang mencari jati dirinya. Meskipun anak laki-lakimu mengalami keterbatasan, aku mampu menjadi rekan pembicaraanmu dalam menikmati secangkir kopi.
Tuhan….bimbing aku terus agar aku tidak tergelincir dalam kenistaan dan dusta anak adam kebanyakan.
Aku ingin menjadi manusia yang apa adanya namun berguna bagi sesama.

Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2014. Komando Strategi Mahasiswa Merdeka (KOSTUM MERDEKA) - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger