Pencabutan Hak atas tanah dan benda
Pencabutan hak atas
tanah dan benda diatur dalam UU No. 20 tahun 1961, dalam hal pencabutan hak
atas tanah dan benda yang perlu kita garis bawahi adalah dalam hal untuk
kepentingan umum yang termasuk kepada kepentingan berbangsa dan bernegara
sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 UU No. 20 tahun 1961. Namun dalam
undang-undang ini tidak dijelaskan secara ekplisit menetukan tentang kriteria
yang dapat disebut sebagai kepentingan umum. Didalam undang-undang tentang
pencabutan hak atas tanah dan benda untuk kepentingan umum hanya mengatur
tentang mekanisme pencabutan hak dan pejabat yang berwenang mencabut hak atas
tanah dan benda.
Dalam pasal 2 UU No. 20
tahun 1961 menyebutkan pemohonan pencabutan hak atas tanah dan benda yang
dimiliki orang lain, dapat diajukan kepada presiden oleh pihak yang
berkepentingan atau pemohon mealalui kementrian Agraria dengan mencantumkan
antara lain :
1.
Tanah yang cabut haknya digunakan untuk
apa dan menyebutkan alasan-alasan kepentingan umum.
2.
Menybutkan nama pemilik, serta letak
tanah atau benda yang akan dicabut haknya.
3.
Rencana penampungan pemilik, penggaraf
atau yang bermukim diatas tanah atau beda yang akan dicabut haknya.
Pencabutan hak atas
tanah atau benda dapat dilakukan dengan persetujuan pemilik, dengan
pertimbangan kepala daerah dan panitia penaksir ganti rugi setelah surat
permohonan pencabutan hak atas tanah dan benda diajukan pemohon. Penguasaan
atas tanah dan benda baru dapat dilakukan pemohon setelah dikeluarkannya surat
keputusan pencabutan hak dari presiden dan setelah pembayaran ganti rugi.
Pencabuta hak atas
tanah dan benda ada juga yang bersifat khusus, dimana dalam keadaan sangat
mendesak dibutuhkan penguasaan tanah milik orang lain. Dalam hal keadaan mendesak
ini diatur dalam pasal 6 ayat (1) UU No. 20 tahun 1961, dalam penjelasan umum
menyebutkan bahwa keada mendesak diartikan dalam keadaan bencana alam
dibutuhkan menguasai tanah atau benda hak milik orang lain. Dalam hal ini
dicukupkan dengan meminta kepada kepala inspeksi agria untuk membuat surat
keputusan pencabutan hak atas tanah dan benda. Ketentuan selanjutnya surat
keputusan presidena dan atau kepalainspeksi agarari dalam keadaan mendesak
harus diumumkan dalam berita negara kesatuan republik Indonesia.
Dengan tidak diaturnya
secara eksplisit tetang Kriteria, tolak ukur dan syarat-syarat apa yang disebut
dengan Kepentingan umum, membuat Undang-undang ini sangat rentan disalah
gunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Sehingga hal ini sering
menimbulkan konflik agraria ditengah masyarakat, terutama dalam penerbitan Hak
guna Usaha dan Hak guna Banguanan dengan mencabut hak milik, hak garap dan hak
sewa masyarakat adat yang memiliki tingkat solidaritas tinggi atau orang lain.
Posting Komentar